ALHIKAM
ibnu 'Atho'illah asSyakandary ra.
MUQODDIMAH
Segala
puji bagi Allah, Tuhan yang mengisi [memenuhi] hati para wali-Nya dengan kasih
sayang-Nya dan mengistimewakan jiwa mereka dengan memperhatikan kebesaran-Nya
dan mempersiapkan Rahasia mereka untuk menerima ma'rifat-Nya, maka hati nurani
mereka merasa bergembira dalam kebun ma'rifat-Nya dan roh mereka terasa nikmat
di alam malakut-Nya, sedang Rahasia mereka berenang di lautan jabarut, maka keluar
dari alam pikiran mereka berbagai permata ilmu dan dari lidah mereka mutiara
hikmah. Maha suci Allah yang memilih mereka untuk mendekat pada-Nya dan
mengutamakan mereka dengan kasih sayang-Nya. Maka terbagi antara mereka salik
dan majdzub dan menyintai dengan yang dicintai, mereka tenggelam dalam cinta
Dzat-Nya dan timbul kembali karena memperhatikan sifat-Nya. Kemudian shalawat
dan salam atas Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sumber dari
semua ilmu dan cahaya, bibit dari semua ma'rifat dan sir [rahasia]. Dan semoga
Allah ridha pada keluarga dan sahabatnya yang tetap taat mengikuti jejaknya.
Amiiin.
Adapun
dalam segala masa, maka ilmu tasawuf yang dahulunya atau hakikatnya ilmu tauhid
untuk mengenal Allah, maka termasuk semulia-mulia ilmu terbesar dan tertinggi,
sebab ia sebagai intisari dari pada syari'at, bahkan menjadi sendi yang utama
dalam agama Islam, sebab Allah telah berfirman: "Wa maa khalaq tul
jinna wal insan illa liya'buduun". [Tidaklah Aku menciptakan jin dan
manusia kecuali supaya mereka menyembah Aku]. Karena pengertian ilmu Tauhid
telah berubah namanya menjadi ilmu kalam, ilmu filsafat yang sama sekali,
seakan-akan tidak ada hubungannya dengan akhlak dan amal usaha, maka timbul
nama ilmu tauhid yang dijernihkan kembali dari sumber yang semula di ajarkan
dan dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan sahabatnya. Sebab dari
ilmu inilah akan dapat memancar nur [cahaya] hakikat, sehingga dapat menilai
semua soal hidup dan penghidupan ini dengan bimbingan dan pentunjuk Allah dan
pelaksanaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Sedang kitab yang disusun oleh Abul Fadhel Ahmad bin Muhammad bin Isa bin al-Husain bin Athaillah al-Iskandary. Salah satu kitab yang sangat baik menjadi pedoman dalam ajaran tauhidnya, sehingga tampak benar bahwa ia berupa ilmu ladunni dan rahasia quddus.
Sedang kitab yang disusun oleh Abul Fadhel Ahmad bin Muhammad bin Isa bin al-Husain bin Athaillah al-Iskandary. Salah satu kitab yang sangat baik menjadi pedoman dalam ajaran tauhidnya, sehingga tampak benar bahwa ia berupa ilmu ladunni dan rahasia quddus.
Adapun
definisi ilmu tasawuf [tauhid], Junaid al-Baghdadi berkata:
"Mengenal Allah, sehingga antaramu dengan Allah tidak ada perantara
[hubungan dengan Allah tanpa perantara]. - Menerapkan dalam kehidupan semua
akhlak yang terpuji menurut apa yang telah di sunnahkan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan meninggalkan akhlak yang tercela. -
Mengendalikan hawa nafsu sesuai kehendak Allah. - Merasa tidak memiliki apapun
dan juga tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah. Adapun caranya: Mengenal
Asmaa Allah dengan penuh keyakinan, sehingga menyadari sifat-sifat dan af'al
Allah di dunia ini. Maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang
telah mengajarkan dari tuntunan wahyu dan melaksanakannya lahir-batin sehingga
diikuti oleh para sahabat-sahabatnya radhiallahu 'anhu.
Adapun
mamfaatnya: Mendidik hati sehingga mengenal Dzat Allah, sehingga berbuah
kelapangan dada, kesucian hati dan berbudi pekerti yang luhur menghadapi semua
makhluk.
Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Pengembaraan kami terdiri diatas lima: 1. Taqwa kepada Allah lahir dan batin dalam kesendirian dan di depan publik. 2. Mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam semua kata dan perbuatan. 3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan ataupun dalam kebencian mereka. [tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci]. 4. Rela [ridha] menurut hukum [takdir] Allah, baik yang ringan maupun yang berat. 5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka. Maka untuk melaksanakan taqwa harus berlaku wara' [menjauh dari makruh, subhat dan haram] dan tetap istiqamah dalam mentaati semua perintah dan tetap tabah tidak berubah. Dan untuk melaksanakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, harus berhati-hati dan menerapkan budi pekerti yang baik. Dan mengabaikan makhluk dengan sabar dan tawakkal [berserah diri kepada Allah subhanahu wataala]. Rela [ridha] pada Allah atas segala takdir-Nya dan merasa cukup dan tidak tamak terhadap sesuatu. Mengembalikan segala-galanya hanya kepada Allah dalam suka dan duka dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka. Dan semua ini pada intinya ada 5 hal: 1. Semangat yang tinggi. 2. Berhati-hati pada yang haram dan menjaga kehormatan. 3. Taat dan memahami diri sebagai seorang hamba. 4. Melaksanakan kewajiban. 5. Menghargai nikmat. Maka barangsiapa yang bersemangat tinggi, pasti naik tingkat derajatnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan barangsiapa yang benar dalam taatnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya dan kemulian-Nya. Dan barangsiapa yang melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan barangsiapa yang menghargai nikmat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan nikmat yang lebih besar.
Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Pengembaraan kami terdiri diatas lima: 1. Taqwa kepada Allah lahir dan batin dalam kesendirian dan di depan publik. 2. Mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam semua kata dan perbuatan. 3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan ataupun dalam kebencian mereka. [tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci]. 4. Rela [ridha] menurut hukum [takdir] Allah, baik yang ringan maupun yang berat. 5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka. Maka untuk melaksanakan taqwa harus berlaku wara' [menjauh dari makruh, subhat dan haram] dan tetap istiqamah dalam mentaati semua perintah dan tetap tabah tidak berubah. Dan untuk melaksanakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, harus berhati-hati dan menerapkan budi pekerti yang baik. Dan mengabaikan makhluk dengan sabar dan tawakkal [berserah diri kepada Allah subhanahu wataala]. Rela [ridha] pada Allah atas segala takdir-Nya dan merasa cukup dan tidak tamak terhadap sesuatu. Mengembalikan segala-galanya hanya kepada Allah dalam suka dan duka dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka. Dan semua ini pada intinya ada 5 hal: 1. Semangat yang tinggi. 2. Berhati-hati pada yang haram dan menjaga kehormatan. 3. Taat dan memahami diri sebagai seorang hamba. 4. Melaksanakan kewajiban. 5. Menghargai nikmat. Maka barangsiapa yang bersemangat tinggi, pasti naik tingkat derajatnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan barangsiapa yang benar dalam taatnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya dan kemulian-Nya. Dan barangsiapa yang melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan barangsiapa yang menghargai nikmat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan nikmat yang lebih besar.
Abul
Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Aku dipesan oleh guruku
[Abdul Salam bin Masyisy radhiallahu 'anhu] : "Janganlah kamu melangkahkan
kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mencapai keridhaan Allah, dan jangan
duduk di majlis kecuali yang aman dari murka Allah. Dan jangan bersahabat
kecuali kepada orang yang dapat membantu berbuat taat kepada Allah. Dan jangan
memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah,
yang demikian ini sudah jarang untuk didapat.
Sayid Ahmad al-Badawi radhiallahu 'anhu berkata: "Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 1. Benar dan jujur. 2. Bersih hati. 3. Menepati janji. 4. Bertanggung jawab dalam tugas dan derita. 5. Menjaga kewajiban." Seorang muridnya yang bernama Abdul Ali bertanya: Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi wali Allah? Jawabnya: Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 tanda-tandanya: 1. Benar-benar mengenal Allah [yakni mengerti benar tauhid dan penuh keyakinan kepada Allah]. 2. Menjaga benar-benar perintah Allah. 3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. 4. Selalu berwudhu [bila berhadas segera berwudhu kembali]. 5. Rela menerima ketentuan [takdir] Allah dalam suka maupun duka. 6. Yakin terhadap semua janji Allah. 7. Putus harapan dari semua apa yang di tangan mkhluk. 8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang. 9. Rajin mentaati perintah Allah. 10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah. 11. Tawadhu, merendah diri terhadap yang tua dan muda. 12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang kendaraan syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu. Firman Allah: "Innasysyaithana laku aduwwun fattakhi dzuhu aduwwa." [Sesungguhnya syaitan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh. QS. Fathir 6]. Kemudian Ahmad Badawi melanjutkan nasehatnya; Wahai Abdul Ali: Berhati-hatilah kepada cinta dunia, sebab itu bibit segala dosa dan dapat merusak amal saleh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" [Cinta pada dunia itu sumber segala kejahatan]. Sedang Allah subhanahu wataala berfirman: ''Inna Allaha ma'alladzinat taqau walladzina hum muhsinun" [Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang berbuat kebaikan. QS. an-Nahl 128]. Orang boleh mempunyai kekayaan di dunia ini, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman 'alaihi salam dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh di letakkan dalam hati. Wahai Abdul Ali! Kasihanilah anak yatim dan berikan pakaian pada orang yang tidak berpakaian, dan beri makan pada orang yang lapar, dan hormatilah tamu dan orang dalam perantauan, semoga semoga dengan begitu kamu diterima oleh Allah. Dan perbanyaklah dzikir, jangan sampai termasuk golongan orang yang lalai disisi Allah. Dan ketahuilah bahwa satu rakaat di waktu malam lebih baik dari seribu rakaat di waktu siang, dan jangan mengejek/merendahkan orang yang tertimpa musibah. Dan jangan berkata ghibah atau namimah [membicaraka aib seseorang atau mengadu domba seseorang dengna yang lain]. Dan jangan membalas mengganggu orang yang telah mengganggumu. Dan maafkan orang yang menganiayamu. Dan berilah pada orang yang kikir padamu. Dan berlaku baik pada orang yang jahat padamu. Dan sebaik-baik moral [budi pekerti] seseorang ialah yang sempurna imannya. Dan barangsiapa tidak berilmu, maka tidak berharga di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang tidak sabar, tidak berguna ilmunya. Barangsiapa yang tidak dermawan, tidak mendapat keuntungan dari kekayaannya. Barangsiapa tidak sayang kepada sesama manusia, tidak mendapat hak syafaat disisi Allah. Barangsiapa yang tidak bertakwa, tidak berharga disisi Allah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki sifat-sifat ini, tidak mendapat tempat di surga. Berzikirlah kepada Allah dengan hati yang khusyu' dan waspadalah terhadap sesuatu yang melalaikan, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima musibah, ujian sebagaimana kegembiraanmu ketika menerima nikmat dan tundukkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat.
Sayid Ahmad al-Badawi radhiallahu 'anhu berkata: "Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 1. Benar dan jujur. 2. Bersih hati. 3. Menepati janji. 4. Bertanggung jawab dalam tugas dan derita. 5. Menjaga kewajiban." Seorang muridnya yang bernama Abdul Ali bertanya: Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi wali Allah? Jawabnya: Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 tanda-tandanya: 1. Benar-benar mengenal Allah [yakni mengerti benar tauhid dan penuh keyakinan kepada Allah]. 2. Menjaga benar-benar perintah Allah. 3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. 4. Selalu berwudhu [bila berhadas segera berwudhu kembali]. 5. Rela menerima ketentuan [takdir] Allah dalam suka maupun duka. 6. Yakin terhadap semua janji Allah. 7. Putus harapan dari semua apa yang di tangan mkhluk. 8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang. 9. Rajin mentaati perintah Allah. 10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah. 11. Tawadhu, merendah diri terhadap yang tua dan muda. 12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang kendaraan syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu. Firman Allah: "Innasysyaithana laku aduwwun fattakhi dzuhu aduwwa." [Sesungguhnya syaitan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh. QS. Fathir 6]. Kemudian Ahmad Badawi melanjutkan nasehatnya; Wahai Abdul Ali: Berhati-hatilah kepada cinta dunia, sebab itu bibit segala dosa dan dapat merusak amal saleh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" [Cinta pada dunia itu sumber segala kejahatan]. Sedang Allah subhanahu wataala berfirman: ''Inna Allaha ma'alladzinat taqau walladzina hum muhsinun" [Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang berbuat kebaikan. QS. an-Nahl 128]. Orang boleh mempunyai kekayaan di dunia ini, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman 'alaihi salam dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh di letakkan dalam hati. Wahai Abdul Ali! Kasihanilah anak yatim dan berikan pakaian pada orang yang tidak berpakaian, dan beri makan pada orang yang lapar, dan hormatilah tamu dan orang dalam perantauan, semoga semoga dengan begitu kamu diterima oleh Allah. Dan perbanyaklah dzikir, jangan sampai termasuk golongan orang yang lalai disisi Allah. Dan ketahuilah bahwa satu rakaat di waktu malam lebih baik dari seribu rakaat di waktu siang, dan jangan mengejek/merendahkan orang yang tertimpa musibah. Dan jangan berkata ghibah atau namimah [membicaraka aib seseorang atau mengadu domba seseorang dengna yang lain]. Dan jangan membalas mengganggu orang yang telah mengganggumu. Dan maafkan orang yang menganiayamu. Dan berilah pada orang yang kikir padamu. Dan berlaku baik pada orang yang jahat padamu. Dan sebaik-baik moral [budi pekerti] seseorang ialah yang sempurna imannya. Dan barangsiapa tidak berilmu, maka tidak berharga di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang tidak sabar, tidak berguna ilmunya. Barangsiapa yang tidak dermawan, tidak mendapat keuntungan dari kekayaannya. Barangsiapa tidak sayang kepada sesama manusia, tidak mendapat hak syafaat disisi Allah. Barangsiapa yang tidak bertakwa, tidak berharga disisi Allah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki sifat-sifat ini, tidak mendapat tempat di surga. Berzikirlah kepada Allah dengan hati yang khusyu' dan waspadalah terhadap sesuatu yang melalaikan, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima musibah, ujian sebagaimana kegembiraanmu ketika menerima nikmat dan tundukkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat.
1."BERSANDARLAH PADA ALLOH JANGAN PADA AMAL”
٭ مِنْ علاماتِ الا
ِعْتِمادِ عَلىَ العَملِ نـُقـَصَانُ الرَّجاءِعِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلل ِ٭
1.“Sebagian dari tanda bahwa seorang itu bergantung pada
kekuatan amal dan usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan atas rahmat dan
karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan dan dosa.
Orang yang melakukan amal
ibadah itu pasti punya pengharapan kepada Alloh, meminta kepada Alloh supaya
hasil pengharapannya, akan tetapi jangan sampai orang beramal itu bergantung
pada amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah itu Alloh,.
sehingga apabila terjadi kesalahan, seperti, terlanjur melakukan maksiat, atau
meninggalkan ibadah rutinnya, ia merasa putus asa dan berkurang pengharapannya
kepada Alloh. sehingga apabila berkurang pengharapan kepada rohmat
Alloh, maka amalnyapuan akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal.
seharusnya dalam beramal itu semua dikehendaki dan dijalankan
oleh Alloh. sedangkan dirikita hanya sebagai media berlakunya Qudrat Alloh.
Kalimat: Laa ilaha illalloh. Tidak ada Tuhan, berarti
tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali Alloh, tidak ada yang
menghidupkan dan mematikan, tidak ada yang memberi dan menolak melainkan Alloh.
Pada dasarnya syari’at menyuruh kita berusaha dan beramal.
Sedang hakikat syari’at melarang kita menyandarkan diri pada amal dan usaha
itu, supaya tetap bersandar pada karunia dan rahmat Alloh subhanahu wata’ala.
Apabila kita dilarang menyekutukan Alloh dengan berhala, batu,
kayu, pohon, kuburan, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah
dengan kekuatan diri sendiri, seakan-akan merasa sudah cukup kuat dapat berdiri
sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, taufik, hidayat dan karunia
Allah subhanahu wata’ala.
2.“TAJRID dan KASAB”
٭ إرادَتـُكَ
التَجْرِيْدَ معَ اِقامةِاللهِ اِيّاكَ فى الاَسْبَابِ مِنَ الشَهْوةِ الخفِيَّةِ،
وَإرادَتـُكَ الاَسْبَابِ معَ اِقامةِاللهِ اِيّاكَ فى التَجْرِيْدَ اِنْحطاط ٌ عن
الهِمَّةِ العَليَّةِ ٭
2.“Keinginanmu untuk tajrid [hanya beribadat saja tanpa berusaha
untuk dunia], padahal Allah masih menempatkan engkau pada golongan orang-orang
yang harus berusaha [kasab], maka keinginanmu itu termasuk nafsu syahwat yang samar
[halus]. Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha [kasab], padahal Allah telah
menempatkan dirimu pada golongan orang yang harus beribadat tanpa kasab
[berusaha], maka keinginan yang demikian berarti menurun dari semangat yang
tinggi”.
Sebagai seorang yang beriman, haruslah berusaha menyempurnakan
imannya dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh, dan beribadah dan harus tahu
bahwa tujuan hidup itu hanya untuk beribadah(menghamba) kepada Alloh,sesuai
tuntunan Al-qur’an.
Tetapi setelah ada semangat dalam ibadah, kadang ada yang
berpendapat bahwa salah satu yang merepoti/mengganggu dalam ibadah yaitu
bekerja(kasab). Lalu berkeinginan lepas dari kasab/usaha dan hanya ingin melulu
beribadah.
Keinginan yang seperti ini termasuk keinginan nafsu yang
tersembunyi/samar.
Sebab kewajiban seorang hamba, menyerah kepada apa yang
dipilihkan oleh majikannya. Apa lagi kalau majikan itu adalah Alloh yang maha
mengetahui tentang apa yang terbaik bagi hambanya.
Dan tanda-tanda bahwa Alloh menempatkan dirimu dalam golongan
orang yang harus berusaha [kasab], apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak
menyebabkan lalai menjalankan suatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan
engkau tidak tamak [rakus] terhadap milik orang lain.
Dan tanda bahwa Allah mendudukkan dirimu dalam golongan hamba
yang tidak berusaha [Tajrid]. Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup
dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi
kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah
dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.
Syeikh Ibnu ‘Atoillah berkata : “Aku datang kepada
guruku Syeikh Abu Abbas al- mursy. Aku merasa, bahwa untuk sampai
kepada Allah dan masuk dalam barisan para wali dengan sibuk pada ilmu lahiriah
dan bergaul dengan sesama manusia (kasab) agak jauh dan tidak mungkin.
tiba-tiba sebelum aku sempat bertanya, guru bercerita: Ada seorang ahli
dibidang ilmu lahiriah, ketika ia dapat merasakan sedikit dalam perjalanan ini,
ia datang kepadaku sambil berkata: Aku akan meninggalkan kebiasaanku untuk
mengikuti perjalananmu. Aku menjawab: Bukan itu yang kamu harus lakukan, tetapi
tetaplah dalam kedudukanmu, sedang apa yang akan diberikan Allah kepadamu pasti
sampai kepadamu.
3.“KEKUATAN TAQDIR”
٭ سَوَابِقُ الهِماَمِ
لاَ تَحْرِقُ اَسْوَرَالاَقْدَارِ ٭
3. "Kerasnya himmah /semangat perjuangan, tidak dapat
menembus tirai takdir”
kekeramatan atau kejadian-kejadian yang luar biasa dari seorang
wali itu, tidak dapat menembus keluar dari takdir, maka segala apa yang terjadi
semata-mata hanya dengan takdir Alloh."
Hikmah ini menjadi ta’lil atau sebab dari hikmah sebelumnya
(Iroodatuka tajriid) seakan akan Mushonnif berkata: Hai murid,
keinginan/himmahmu pada sesuatu, itu tidak ada gunanya, karena himmah yang
keras/kuat itu tidak bisa menjadikan apa-apa seperti yang kau inginkan, apabila
tidak ada dan bersamaan dengan taqdir dari Alloh. Jadi hikmah ini (Sawa-biqul
himam) mengandung arti menentramkan hati murid dari keinginannya yang sangat.
SAWAA-BIQUL HIMAM (keinginan yang kuat): apabila
keluar dari orang-orang sholih/walinya Alloh itu disebut: Karomah. Apabila
keluar dari orang fasiq disebut istidroj/ penghinaan dari Alloh.
Firman Allah subhanahu wata’ala: “Dan tidaklah kamu
berkehendak, kecuali apa yang dikehendaki Alloh Tuhan yang mengatur alam
semesta.” [At-Takwir 29]. “Dan tidaklah kamu menghendaki kecuali
apa yang dikehendaki oleh Alloh, sungguh Alloh maha mengetahui, maha bijaksana.”
[QS. Al-Insaan 30].
4. “Jangan ikut Mengatur”
٭ اَرِحْ نَفْسَكَ منَ
التـَدْ بـِيْرِفماَ قامَ بهِ غيرُكَ عَنْكَ لا تقـُمْ بهِ لنـَفـْسك ٭
4."Istirahat/enakkan dirimu/pikiranmu dari kesibukan
mengatur dirimu, dari apa-apa yang telah diatur/dijamin oleh selain kamu(yaitu
Alloh), tidak perlu engkau ikut sibuk memikirkannya."
Yang di maksud TADBIIR (mengatur diri sendiri)dalam
hikmah ini yaitu Tadbir yang tidak di barengi dengan Tafwiidh (menyerahkan
kepada Alloh). Apabila Tadbir itu dibarengi dengan Tafwidh itu diperbolehkan,
bahkan Rosululloh bersabda: At-tadbiiru nishful ma-‘isyah.(mengatur
apa yang menjadi keperluan itu sebagian dari hasilnya mencari ma’isah/penghidupan).
Hadits ini mengandung anjuran untuk membuat peraturan didalam
mencari fadholnya Alloh. pengertian Tadbir disini ialah menentukan dan
memastikan hasil. karena itu semua menjadi aturan Alloh.
al-hasil, Tadbir yang dilarang yaitu ikut mengatur dan
menentukan/memastikan hasilnya.
Sebagai seorang hamba wajib dan harus mengenal kewajiban, sedang
jaminan upah ada di tangan majikan, maka tidak usah risau pikiran dan perasaan
untuk mengatur, karena kuatir kalau apa yang telah dijamin itu tidak sampai
kepadamu atau terlambat, sebab ragu terhadap jaminan Allah tanda lemahnya iman.
5.“TANDA MATA HATI YG BUTA”
٭ اِجْتِهادُكَ فيمَا
ضُمنَ لكَ وتقـْصِيرُكَ فيماَ طُلبَ منكَ دَلِيلٌ على انطِماسِ البَصِيْرَةِ منكَ ٭
5. "Kesungguhanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin
pasti akan sampai kepadamu, di samping kelalaianmu terhadap kewajiban-kewajiban
yang di amanatkan kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu."
Siapa saja yang disibukkan mencari apa yang sudah dijamin Alloh
seperti rizki, dan meninggalkan apa yang menjadi perintah Alloh, itulah
tanda orang yang buta hatinya.
Firman Alloh: "Dan berapa banyak makhluk bergerak
yang bernyawa yang tidak [dapat] membawa [mengurus] rezekinya sendiri.
Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha mendengar, Maha
mengetahui."[QS. al-Ankabuut 60].
Firman Alloh: "Dan perintahkanlah keluargamu
melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki
kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat [yang baik di
akhirat] adalah bagi orang yang bertakwa." [QS. Thaha 132].
Kerjakan apa yang menjadi kewajibanmu terhadap Kami, dan Kami
melengkapi bagimu bagian Kamu.
Di sini ada dua perkara : 1.
Yang dijamin oleh Alloh, maka jangan menuduh atau berburuk sangka kepada Alloh
subhanahu wa ta'ala.
2.Yang dituntut
[menjadi kewajiban bagimu] kepada Allah, maka jangan abaikan.
Dalam sebuah hadits Qudsy
yang kurang lebih artinya: "Hambaku, taatilah semua perintah-Ku, dan
jangan memberi tahu kepada-Ku apa yang baik bagimu, [jangan mengajari kepada-Ku
apa yang menjadi kebutuhanmu].
Syeih Ibrahim
al-Khawwas berkata: "Jangan memaksa diri untuk mencapai apa yang telah
dijamin dan jangan menyia-nyiakan [mengabaikan] apa yang diamanatkan
kepadamu." Oleh sebab itu, barangsiapa yang berusaha untuk mencapai apa
yang sudah dijamin dan mengabaikan apa yang menjadi tugas dan kewajiban kepadanya,
maka buta mata hatinya dan sangat bodoh.
6.“Ridho dengan pilihan Alloh”
٭ لاَيَكُنْ تأخُرَ
أمَدِ العَطَاءِ معَ الاِلحاحِ فى الدُعاءِموجِباً لِياءسِكَ
فهُوَ ضَمن لكَ
الاِجاَبة َ فيماَ يختَاَرُهُ لكَ لا فيمَا تَختاَرُلِنفْسِكَ وَفى الوَقتِ الَّذى
يُرِيدُ لافى الوقتِ الذى تـُريدُ
6."Janganlah keterlambatan/tertundanya waktu pemberian
Tuhan kepadamu, padahal engkau bersungguh-sungguh dalam berdo’a menyebabkan
putus harapan, sebab Alloh telah menjamin dan menerima semua do’a dalam apa
yang ia kehendaki untukmu, bukan menurut kehendakmu, dan pada waktu yang
ditentukan Alloh, bukan pada waktu yang engkau tentukan."
Alloh telah berjanji akan mengabulkan do’a. sesuai
dengan firman-Nya,“Mintalah kamu semua kepada-Ku, Aku akan mengijabah do’amu
semua”. dan Alloh berfirman, "Tuhanmulah yang menjadikan
segala yang dikehendaki-Nya dan memilihnya sendiri, tidak ada hak bagi mereka
untuk memilih."
Sebaiknya seorang hamba yang tidak mengetahui apa yang akan
terjadi mengakui kebodohan dirinya, sehingga tidak memilih sesuatu yang tampak
baginya sepintas baik, padahal ia tidak mengetahui bagaimana akibatnya. Karena
itu bila Tuhan yang maha mengetahui, maha bijaksana memilihkan untuknya
sesuatu, hendaknya rela dan menerima pilihan Tuhan yang Maha pengasih, Maha mengetahui
dan Maha bijaksana. Walaupun pada lahirnya pahit dan menyakitkan rasanya, namun
itulah yang terbaik baginya, karena itu bila berdoa, kemudian belum juga
terkabulkan keinginannya, janganlah terburu-buru putus asa.
Firman Allah: "Dan mungkin jadi kamu tidak
menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan mungkin jadi kamu menyukai
sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui." [QS. al-Baqarah 216].
Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu
ketika mengartikan ayat ini:''Sungguh telah diterima do’amu berdua [Musa dan
Harun alaihissalam] yaitu tentang kebinasaan Fir'aun dan tentaranya, maka
hendaklah kamu berdua tetap istiqamah [sabar dalam melanjutkan perjuangan dan
terus berdo’a], dan jangan mengikuti jejak orang-orang yang tidak mengerti
[kekuasaan dan kebijaksanaan Allah]." [QS. Yunus 89].
Maka terlaksananya kebinasaan Fir'aun yang berarti setelah
diterima do’a Nabi Musa dan Harun alaihissalam selama/sesudah 40 tahun lamanya.
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam
bersabda: "Pasti akan dikabulkan do’amu selama tidak terburu-buru
serta mengatakan, aku telah berdo’a dan tidak diterima."
Anas rodhiallohu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Tidak ada orang berdoa, melainkan pasti diterima oleh
Allah doanya, atau dihindarkan dari padanya bahaya, atau diampuni sebagian
dosanya, selama ia tidak berdoa untuk sesuatu yang berdosa atau untuk memutus
silaturrahim.
Syeih Abu Abbas al-Mursi ketika ia sakit, datang
seseorang membesuknya dan berkata: Semoga Alloh menyembuhkanmu [Afakallohu].
Abu Abbas terdiam dan tidak menjawab.
Kemudian orang itu berkata lagi: Alloh yu'aafika.
Maka Abu Abbas menjawab: Apakah kamu mengira aku tidak memohon
kesehatan kepada Alloh? Sungguh aku telah memohon kesehatan dan penderitaanku
ini termasuk kesehatan,
ketahuilah Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam memohon
kesehatan dan ia berkata: "Selalu bekas makanan khaibar itu terasa olehku,
dan kini masa putusnya urat jantungku.''
Abu Bakar as-Siddiq memohon kesehatan dan meninggal
terkena racun.
Umar bin Khottob memohon kesehatan dan meninggal dalam
keadaan terbunuh.
Usman bin Affan memohon kesehatan dan juga meninggal dalam
keadaan terbunuh.
Ali bin Abi Tholib memohon kesehatan dan juga meninggal
dalam keadaan terbunuh.
Maka bila engkau memohon kesehatan kepada Alloh, mohonlah
menurut apa yang telah ditentukan oleh Alloh untukmu, maka sebaik-baik seorang
hamba ialah yang menyerahkan segala sesuatunya menurut kehendak Tuhannya, dan
meyakini bahwa apa yang diberikan Tuhan kepadanya, itulah yang terbaik walaupun
tidak sejalan dengan nafsu syahwatnya. Dan syarat utama untuk diterimanya doa
ialah keadaan terpaksa/kesulitan. Allah subhanahu wata'ala
berfirman: "Bukankah Dia [Alloh] yang memperkenankan [do’a] orang
yang dalam kesulitan apabila dia berdo’a kepada-Nya..." [QS.
an-Naml 62].
Keadaan terpaksa atau kesulitan itu, apabila merasa tidak
ada sesuatu yang di harapkan selain semata-mata karunia Allah subhanahu
wata'ala, tidak ada yang dapat membantu lagi baik dari luar berupa orang dan
benda atau dari dalam diri sendiri.
7. “Jangan meragukan janji Alloh”
٭ لا يُشكـِّكنَّك فى
الوَعدِ عدمُ وقوعِ المَوْعُودِ وانْ تَعَيَّنَ زمَنـُهُ لـءـلاَّيَكونَ ذٰ لكَ
قَدحاً فى بصيرَتكَ واِخـْماَداًلِنورِ سَرِيرَتِكَ ٭
7."Jangan sampai kamu merasa ragu, terhadap janji Alloh,
karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, walaupun telah
tertentu waktunya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau
memadamkan cahaya hatimu."
Manusia sebagai hamba tidak mengetahui kapankah Alloh akan
menurunkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga manusia jika melihat tanda-tanda ia
menduga, mungkin telah tiba saatnya, padahal bagi Alloh belum memenuhi semua
syarat yang dikehendaki-Nya, maka bila tidak terjadi apa yang telah diduganya,
hendaknya tidak ada keraguan terhadap kebenaran janji Alloh subhanahu wata'ala.
Sebagaimana yang terjadi dalam Sulhul [perdamaian]
Hudaibiyah, ketika Rasululloh shallalloahu 'alaihi wasallam, menceritakan
mimpinya kepada sahabatnya, sehingga mereka mengira bahwa pada tahun itu mereka
akan dapat masuk ke kota Makkah dan melaksanakan ibadah umroh dengan aman dan
sejahtera [mimpi Rasululloh saw. yang tersebut dalam surah al-Fath].
Alloh berfirman: "Sungguh Alloh akan
membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti
memasuki Masjidil Haram, jika Alloh menghendaki dalam keadaan aman, dengan
menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu merasa takut. Maka
Alloh mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan selain itu Dia telah
memberikan kemenangan yang dekat." [QS. al-Fath 27].
Sehingga ketika gagal tujuan umroh karena di tolak oleh bangsa
Quraisy dan terjadi penanda tanganan perjanjian Sulhul [perdamaian] Hudaibiyah,
yang oleh Umar dan sahabat-sahabat lainnya dianggap sangat mengecewakan,
maka ketika Umar ra. mengajukan beberapa pertanyaan, dijawab
oleh Nabi saw: Aku hamba Alloh dan utusan-Nya dan Alloh tidak akan mengabaikan
aku.
Firman Alloh: "(Dalam menghadapi ujian dari Alloh)
Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, Kapankah datang
pertolongan Alloh? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Alloh itu
dekat." [QS. al-Baqoroh 214].
8. “Ketika Alloh membuka pintu perkenalan”
٭ اِذاَ فَتحَ لك وُجْهَة
ً من التـَّعَرُّفِ فلا تُباَلِ معها ان قَلَّ عَمَلُكَ فَاِنَّهُ مافتحَهاَ لك
الا وهو يرِيد انيتعرَفَ اليكَ
الم تَعلم انَّ
التـَّعَرُفَ هوَمورِدهُ عليكَ والاَعمالُ انتَ مُهدِ يها اليهِ واَينَ ماتـُهد
يهِ الَيهِ واَينَ ما تُهدِ يهِ اليْهِ مِمَّا هوَ مورِدهُ اليكَ ٭
8.”Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk ma’rifat
[mengenal pada-Nya], maka jangan menghiraukan soal amalmu yang masih sedikit,
sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri
kepadamu. Tidakkah engkau tahu bahwa ma’rifat itu semata-mata pemberian karunia
Alloh kepadamu, sedang amal perbuatanmu hanyalah hadiahmu kepad-Nya dengan
pemberian karunia Alloh kepadamu.”
Ma’rifat [mengenal] kepada Allah, itu adalah puncak
keberuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu
jalan untuk mengenal kepada-Nya, maka tidak perlu pedulikan berapa banyak amal
perbuatanmu, walaupun masih sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma’rifat itu suatu
karunia dan pemberian langsung dari Allah, maka sekali-kali tidak tergantung
kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Abu Huroiroh ra. berkata: Rasululloh saw. bersabda: Alloh
azza wajalla berfirman: “Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman,
kemudian ia tidak mengeluh kepada orang lain, maka Aku lepaskan ia dari
ikatan-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari
semula, dan ia boleh memperbarui amal, sebab yang lalu telah diampuni semua.”
Diriwayatkan:
Bahwa Alloh telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi diantara beberapa
Nabi-Nya.” Aku telah menurunkan ujian kepada salah seorang hamba-Ku, maka ia
berdoa dan tetap Aku tunda permintaannya, akhirnya ia mengeluh, maka Aku
berkata kepadanya: Hamba-Ku bagaimana Aku akan melepaskan dari padamu rahmat
yang justru ujian itu mengandung rahmat-Ku.” Karena dengan segala
kelakuan kebaikanmu engkau tidak dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan
kepadamu, maka dengan ujian itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan
di sisi Alloh.
9. “Ahwal akan menentukan a’maal”
٭ تنوَّعت اجْناَسُ
الاَعمالِ لتنوُّعِ وارِداَتِ الاحْوالِ ٭
9.”Beraneka macam jenis amal perbuatan, karena bermacam-macam
pula pemberian karunia Allah yang diberikan kepada hamba-Nya.(Hal).”
Dalam
pandangan tasawuf, Hal diartikan sebagai pengalaman rohani dalam proses
mencapai hakikat dan makrifat. Hal merupakan zauk atau rasa yang berkaitan
dengan hakikat ketuhanan yang melahirkan makrifatullah (pengenalan tentang
Alloh). tanpa Hal tidak ada hakikat dan tidak diperoleh makrifat. Ahli ilmu
membina makrifat melalui dalil ilmiah tetapi ahli tasawuf bermakrifat
melalui pengalaman tentang hakikat.
Sebelum
memperoleh pengalaman hakikat, ahli kerohanian terlebih dahulu memperoleh kasyaf
yaitu terbuka keghoiban kepadanya. Ada orang mencari kasyaf yang dapat melihat
makhluk ghaib seperti jin. Dalam proses mencapai hakikat ketuhanan kasyaf
yang demikian tidak penting. Kasyaf yang penting adalah yang dapat mengenali
tipu daya syaitan yang bersembunyi dalam berbagai bentuk dan suasana dunia ini.
Rasululloh
saw. sendiri sebagai ahli kasyaf yang paling unggul hanya melihat Jibrail a.s
dalam rupanya yang asli dua kali saja, walaupun pada setiap kali Jibrail a.s
menemui Rasululloh saw. dengan rupa yang berbeda-beda, Rasululloh tetap
mengenalinya sebagai Jibrail a.s.
Bila
seseorang ahli kerohanian memperoleh kasyaf maka dia telah bersedia untuk
menerima kedatangan Hal atau zauk yaitu pengalaman kerohanian tentang hakikat
ketuhanan. Hal tidak mungkin diperoleh dengan beramal dan menuntut ilmu.
Sebelum ini pernah dinyatakan bahawa tidak ada jalan untuk masuk ke dalam
gerbang makrifat. Seseorang hanya mampu beramal dan menuntut ilmu untuk sampai
pintu gerbangnya. Apabila sampai di situ seseorang hanya menanti karunia Alloh,
semata-mata karunia Alloh yang membawa makrifat kepada hamba-hamba-Nya. karunia
Alloh yang mengandung makrifat itu dinamakan Hal.
Ada
orang yang memperoleh Hal sekali saja dan dikuasai oleh Hal dalam waktu yang
tertentu saja dan ada juga yang terus-menerus di dalam Hal. Hal yang
terus-menerus atau berkekalan dinamakan wishol yaitu penyerapan Hal secara
terus-menerus, kekal atau baqo’. Orang yang mencapai wishol akan terus hidup dengan cara Hal yang
terjadi. Hal-hal (ahwal) dan wishol
bisa dibagi menjadi lima macam:
1 : Abid:
Abid adalah orang yang
dikuasai oleh Hal atau zauk yang membuat dia merasakan dengan sangat bahawa
dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki apa-apa dan tidak mempunyai
daya dan upaya untuk melakukan sesuatu. Kekuatan, usaha, bakat-bakat dan apa
saja yang ada dengannya adalah daya dan upaya yang dari Alloh. Semuanya
itu adalah karunia
Allohsemata-mata. Alloh sebagai Pemilik yang
sebenarnya, apabila Dia memberi, maka Dia berhak mengambil kembali pada masa
yang Dia kehendaki. Seorang abid benar-benar bersandar kepada Allah s.w.t
sekiranya dia melepaskan sandaran itu dia akan jatuh, kerana dia benar-benar
melihat dirinya kehilangan apa yang datangnya dari Allah s.w.t.
2 : Asyikin:
Asyikin ialah orang yang
memandang sifat Keindahan Allah s.w.t. Rupa, bentuk, warna dan ukuran tidak
menjadi soal kepadanya kerana apa saja yang dilihatnya menjadi cermin yang dia
melihat Keindahan serta Keelokan Allah s.w.t di dalamnya. Amal atau kelakuan
asyikin ialah gemar merenungi alam dan memuji Keindahan Allah s.w.t pada apa
yang disaksikannya. Dia boleh duduk menikmati keindahan alam beberapa jam tanpa
merasa jemu. Kilauan ombak dan titikan hujan memukau pandangan hatinya. Semua
yang kelihatan adalah warna Keindahan dan Keelokan Allah s.w.t. Orang yang
menjadi asyikin tidak memperdulikan lagi adab dan peraturan masyarakat.
Kesedarannya bukan lagi pada alam ini. Dia mempunyai alamnya sendiri yang di
dalamnya hanyalah Keindahan Alloh s.w.t.
3 : Muttakholiq:
Muttakholiq adalah
orang yang mencapai yang Haq dan bertukar sifatnya. Hatinya dikuasai oleh
suasana Qurbi Faroidh atau Qurbi Nawafil. Dalam Qurbi Faroidh,
muttakholiq merasakan dirinya adalah alat dan Allah s.w.t menjadi Pengguna
alat. Dia melihat perbuatan atau kelakuan dirinya terjadi tanpa dia merancang
dan campur tangan, bahkan dia tidak mampu mengubah apa yang akan terjadi pada
kelakuan dan perbuatannya. Dia menjadi orang yang berpisah daripada dirinya
sendiri. Dia melihat dirinya melakukan sesuatu perbuatan seperti dia
melihat orang lain yang melakukannya, yang dia tidak berdaya mengawal atau
mempengaruhinya. Hal Qurbi Faraidh adalah dia melihat bahawa Allah s.w.t
melakukan apa yang Dia kehendaki. Perbuatan dia sendiri adalah gerakan Allah
s.w.t, dan diamnya juga adalah gerakan Allah s.w.t. Orang ini tidak mempunyai
kehendak sendiri, tidak ada ikhtiar dan tadbir. Apa yang mengenai dirinya, seperti
perkataan dan perbuatan, berlaku secara spontan. Kelakuan atau amal Qurbi
Faroidh ialah bercampur-campur di antara logika dengan tidak logika, mengikut
adat dengan merombak adat, kelakuan alim dengan jahil. Dalam banyak perkara
penjelasan yang boleh diberikannya ialah, “Tidak tahu! Allah s.w.t berbuat apa yang Dia kehendaki”.
Dalam
suasana Qurbi Nawafil pula muttakholiq melihat dengan mata hatinya sifat-sifat
Allah s.w.t dan dia menjadi pelaku atau pengguna sifat-sifat tersebut, yaitu
dia menjadi khalifah dirinya sendiri. Hal Qurbi Nawafil ialah berbuat dengan
izin Allah s.w.t kerana Allah s.w.t memberikan kepadanya untuk berbuat sesuatu.
Contoh Qurbi Nawafil adalah kelakuan Nabi Isa a.s yang membentuk rupa burung
dari tanah liat lalu menyuruh burung itu terbang dengan izin Allah s.w.t, juga
kelakuan beliau a.s menyeru orang mati supaya bangkit dari kuburnya. Nabi Isa
a.s melihat sifat-sifat Allah s.w.t yang diizinkan menjadi kemampuan beliau,
sebab itu beliau tidak ragu-ragu untuk menggunakan kemampuan tersebut
menjadikan burung dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah s.w.t.
4
: Muwahhid:
Muwahhid
fana’ dalam dzat,
dzatnya lenyap dan DZat Mutlak yang menguasainya. bagi muwahhid ialah dirinya
tidak ada, yang ada hanya Alloh s.w.t. Orang ini telah putus hubungannya dengan
kesedaran basyariah dan sekalian maujud. Kelakuan atau amalnya tidak lagi
seperti manusia biasa karena dia telah terlepas dari sifat-sifat kemanusiaan
dan kemakhlukan. Misalkan dia bernama Abdullah, dan jika ditanya kepadanya di
manakah Abdullah, maka dia akan menjawab Abdullah tidak ada, yang ada hanyalah
Allah! Dia benar-benar telah lenyap dari ke‘Abdullah-an’ dan benar-benar dikuasai oleh ke‘Allah-an’. Ketika dia dikuasai oleh hal dia terlepas daripada beban hukum syarak.
Dia telah fana dari ‘aku’ dirinya dan dikuasai oleh kewujudan ‘Aku Hakiki’. Walau bagaimana pun sikap dan
kelakuannya dia tetap dalam ridho Allah s.w.t. Apabila dia tidak dikuasai oleh
hal, kesedarannya kembali dan dia menjadi ahli syariat yang taat. Perlu
diketahui bahawa hal tidak boleh dibuat-buat dan orang yang dikuasai oleh hal
tidak berupaya menahannya.
Orang-orang sufi bersepakat mengatakan
bahawa siapa yang mengatakan, “Ana al-Haq!” sedangkan dia masih sadar tentang
dirinya maka orang tersebut adalah sesat dan kufur!
5
: Mutahaqqiq:
Mutahaqqiq
ialah orang yang setelah fana dalam dzat turun kembali kepada kesedaran sifat,
seperti yang terjadi kepada nabi-nabi dan wali-wali demi melaksanakan amanat
sebagai khalifah Alloh di muka bumi dan kehidupan dunia yang wajib diurusi.
Dalam
kesadaran dzat seseorang tidak keluar dari khalwatnya dengan Alloh s.w.t dan
tidak peduli tentang keruntuhan rumah tangga dan kehancuran dunia seluruhnya.
Sebab itu orang yang demikian tidak boleh dijadikan pemimpin. Dia mesti turun
kepada kesedaran sifat barulah dia boleh memimpin orang lain. Orang yang telah
mengalami kefanaan dalam zat kemudian disadarkan dalam sifat adalah benar-benar
pemimpin yang dilantik oleh Alloh s.w.t menjadi Khalifah-Nya untuk memakmurkan
makhluk Alloh s.w.t dan memimpin umat manusia menuju jalan yang diridhoi Alloh
s.w.t. Orang inilah yang menjadi ahli makrifat yang sejati, ahli hakikat yang
sejati, ahli thorikoh yang sejati dan ahli syariat yang sejati,
berkumpul padanya dalam satu kesatuan yang menjadikannya Insan Robbani. Insan
Robbani peringkat tertinggi ialah para nabi-nabi dan Alloh karuniakan kepada
mereka maksum, sementara yang tidak menjadi nabi dilantik sebagai wali-Nya yang
diberi perlindungan dan pemeliharaan
10. “Ruhnya Amal yaitu Ikhlas”
٭ الاَعمالُ صوَرٌ
قاءمة ٌ وَارواحُها وجودُ سِرِّ الاخلاصِ فيها ٭
10."Amal perbuatan itu sebagai kerangka yang tegak, sedang
roh [jiwanya], ialah terdapatnya rahasia ikhlas dalam amal perbuatan itu."
Amal ialah, geraknya badan lahir atau hati. amal itu
digambarkan sebagai tubuh/jasad. sedangkan ikhlas itu sebagai ruhnya. yakni.,
badan tanpa ruh berarti mati. amal lahir atau amal hati itu bisa hidup hanya
dengan adanya ikhlas. Alloh berfirma, “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus” albayyinah 5. “Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)kepada-Nya.” Az-zumar
2.
Imam Hasan Al-Bashari,
barkata, “Aku pernah bertanya kepada shahabat Hudzaifah r.a. tentang ikhlas,
beliau menjawab: Aku pernah bertanya kepada Rasululloh SAW ikhlas itu apa, beliau
menjawab: Aku pernah menanyakan ttg ikhlas itu kpd malaikat Jibril a.s dan
beliau menjawab: Aku pernah bertanya ttg hal itu kepada Alloh Rabbul 'Izzaah,
dan IA menjawab: "IKHLAS ialah RAHASIA di antara rahasia-rahasiaKU yg
Kutitipkan di hati hambaKU yg Aku cintai."
Ikhlas itu berbeda/bertingkat sesuai dengan perbedaan orang yang
beramal.
Keikhlasan orang yang
bersungguh-sungguh dalam ibadah, dan amal perbuatan itu telah bersih dari pada
riya' yang nampak ataupun yang tersembunyi, sedang tujuan amal perbuatan mereka
selalu hanya pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya ,dan supaya
diselamatkan dari neraka-Nya.
Keikhlasan orang-orang yang cinta kepada Alloh, yang beramal
hanya karena mengagungkan Alloh,karena hanya Alloh dzat yang wajib di Agungkan,
tidak karena pahala atau selamat dari siksa neraka. Sayyidah Robi’ah al-‘Adawiyyah
bermunajat pada Alloh: Ya Alloh, saya beribadah kepadamu bukan karena takut
nerakamu, dan juga tidak karena cinta dengan surgamu. Perkataan ini masih
mengnggap dirinya yang beribadah(mengaku bisa beribadah).
Keikhlasan orang –orang yang sudah Ma’rifat kepada Alloh. Mereka
selalu melihat kepada Alloh, gerak dan diamnya badan dan hatinya itu semua atas
kehendak Alloh, mereka tidak merasa kalau bisa beramal,kecuali diberi
pertolongan oleh Alloh, tidak sebab daya kekuatan dirinya sendiri.
11. “Hati-hati dengan keterkenalan”
٭ اِدْفن وُجُودَك فى
ارضِ الخُمول. فما نبتَ مِمَّالم يُدفن لايتِمُّ نِتاجهُ ٭
11."Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap
sesuatu yang tumbuh namun tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil
buahnya."
Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi seorang yang
beramal, dari pada menginginkan kedudukan dan terkenal pergaulannya di
tengah-tengah masyarakat. Dan ini termasuk keinginan hawa nafsu yang utama.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
yang merendahkan diri, maka Alloh akan memuliakannya dan barang siapa yang
sombong, Alloh akan menghinanya.
Ibrahim bin Adham radhiallohu 'anhu berkata: "Tidak
benar tujuan kepada Alloh, siapa yang ingin terkenal."
Ayyub as-Asakhtiyani radhiallohu 'anhu berkata: "Demi Alloh
tidak ada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Alloh, melainkan ia
merasa senang, gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan dirinya."
Mu'adz bin Jabal berkata: Rasululloh shallallohu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sesungguhnya sedikit riya' itu sudah termasuk
syirik. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Alloh, maka telah memusuhi Alloh.
Dan sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang bertaqwa yang tersembunyi
[tidak terkenal], yang bila tidak ada, tidak dicari dan bila hadir tidak
dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka bagai pelita hidayat, mereka terhindar
dari segala kegelapan dan kesukaran."
Abu Hurairoh rodhiallahu 'anhu berkata: Ketika kami di majlis
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam, tiba-tiba Rasululloh bersabda: Besok
pagi akan ada seorang ahli surga yang sholat bersama kamu. Abu
Hurairoh berkata: Aku berharap semoga akulah orang yang ditunjuk oleh
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam itu. Maka pagi-pagi aku shalat di
belakang Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam dan tetap tinggal di majlis
setelah orang-orang pada pulang. Tiba-tiba ada seorang budak hitam berkain
compang-camping datang berjabat tangan pada Rasululloh shallallohu 'alaihi
wasallam sambil berkata: Wahai Nabi Alloh! Do’akan semoga aku mati syahid. Maka
Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam berdoa, sedang kami mencium bau kasturi
dari badannya. Kemudian aku bertanya: Apakah orang itu wahai Rasululloh? Jawab
Nabi: Ya benar. Ia seorang budak dari bani fulan. Abu Hurairoh
berkata: Mengapa engkau tidak membeli dan memerdekakannya wahai Nabi Alloh?
Jawab Nabi: Bagaimana aku akan dapat berbuat demikian, sedangkan Alloh
akan menjadikannya seorang raja di surga. Wahai Abu Hurairoh! Sesungguhnya di
surga itu ada raja dan orang-orang terkemuka, dan ini salah seorang raja dan
terkemuka. Wahai Abu Hurairoh! Sesungguhnya Alloh mengasihi, mencintai
makhluknya yang suci hati, yang samar, yang bersih, yang terurai rambut, yang
kempes perut kecuali dari hasil yang halal, yang bila akan masuk kepada raja tidak
diizinkan, bila meminang wanita bangsawan tidak akan diterima, bila tidak ada
tidak dicari, bila hadir tidak dihiraukan, bila sakit tidak dijenguk, bahkan ia
meninggal tidak dihadiri jenazahnya.
Para sahabat bertanya: Tunjukkan kepada kami wahai Rasululloh
salah seorang dari mereka? Jawab Nabi: Uwais al-Qorany, seorang
berkulit coklat, lebar kedua bahunya, tingginya agak sedang dan selalu
menundukkan kepalanya sambil membaca al-Qur'an, tidak terkenal di bumi tetapi
terkenal di langit, andaikan ia bersungguh-sungguh memohon sesuatu kepada Allah
pasti diberinya. Di bawah bahu kirinya berbekas. Wahai Umar dan Ali! Jika kamu
bertemu padanya, maka mintalah kepadanya supaya memohonkan ampun untukmu.
12. “ ‘UZLAH”
٭ مانفعَ القَلبَ شَيءٌ
مثلُ عُزْلةٍ يَدْخُلُ بها ميدان فِكرةٍ ٭
12."Tidak ada sesuatu yang sangat berguna bagi hati [jiwa],
sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan tafakur."
Seorang murid/salik kalau benar-benar ingin wushul kepada Alloh,
pastilah ia berusaha bagaimana supaya hatinya tidak lupa pada Alloh, bisa
selalu mendekatkan diri kepada Alloh. Dalam usaha ini tidak ada yang lebih
bermanfaat kecuali uzlah (menyendiri dari pergaulan umum), dan dalam kondisi
uzlah murid mau Tafakkur(berfikir tentang makhluknya Alloh, kekuasaan Alloh, keagungan
Alloh, keadilan Alloh dan belas kasih nya Alloh) yang bisa menjadikan Hati
timbul rasa takdhim kepada Alloh. Menambah keyaqinan dan ketaqwaan kepada
Alloh.
Adapun bahayanya murid yang tidak uzlah itu banyak sekali,
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan
seorang sahabat yang tidak baik, bagaikan pandai besi yang membakar besi, jika
kamu tidak terkena oleh percikan apinya, maka kamu terkena bau busuknya."
Alloh Ta'ala mewahyukan kepada Nabi Musa
alaihissalam: "Wahai putra Imran! Waspadalah selalu dan
pilihlah untuk dirimu seorang sahabat [teman], dan sahabatmu yang tidak
membantumu untuk membuat taat kepada-Ku, maka ia adalah musuhmu."
Dan juga Alloh mewahyukan kepada Nabi Dawud alaihissalam: "Wahai
Dawud! Mengapakah engkau menyendiri? Jawab Dawud: Aku menjauhkan diri dari
makhluk untuk mendekat kepada-Mu. Maka Alloh berfirman: Wahai
Dawud! Waspadalah selalu, dan pilihlah untukmu sahabat, dan tiap sahabat yang
tidak membantu untuk taat kepada-Ku, maka itu adalah musuhmu, dan akan
menyebabkan membeku hatimu serta jauh dari-Ku."
Nabi Isa alaihissalam bersabda: "Jangan
berteman dengan orang-orang yang mati, niscaya hatimu akan mati. Ketika
ditanya: Siapakah orang-orang yang mati itu? Nabi Isa memjawab: Mereka yang
rakus kepada dunia.”
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang
paling aku khawatirkan pada umatku, ialah lemahnya iman dan keyakinan."
Nabi Isa alaihissalam bersabda: "Berbahagialah
orang yang perkataanya dzikir, diamnya tafakur dan pandangannya tertunduk.
Sesungguhnya orang yang sempurna akal ialah yang selalu mengoreksi dirinya, dan
selalu menyiapkan bekal untuk menghadapi hari setelah mati."
Sahl at-Tustary radhiallahu 'anhu berkata:
"Kebaikan itu terhimpun dalam empat macam, dan dengan itu tercapai derajat
wali [di samping melakukan semua kewajiban-kewajiban agama], yaitu: 1. Lapar.
2. Diam. 3. Menyendiri 4. Bangun tengah malam [sholat tahajjud].
13. “Resiko Hati yang keruh”
٭ كيف يُشْرقُ قلبٌ
صُوَرُالاَكوَانِ مُنطبِعَة ٌ فى مِرْاَته ؟ ام كيفَ يرحلُ الى الله وهو مُكبَّلٌ
بِشهواتِهِ ؟ ام كيفَ يَطمعُ ان يَدْخُلَ حَضرَةَ اللهِ وهو لم يتطهَّرْ من جنابةِ
غفلاتهِ ؟ ام كيفَ يرجُواَنْ يَفهَمَ د قاءـقَ الاسراَرِ وهُوَ لمْ يَتـُبْ من
هفَوَاتِهِ؟ ٭
13."Bagaimana akan dapat bercahaya hati seseorang yang
gambar dunia ini terlukis dalam cermin hatinya. Bagaimana berangkat
menuju kepada Allah, padahal ia masih terbelenggu oleh nafsu syahwat. Bagaimana
akan dapat masuk menjumpai Allah, padahal ia belum bersih dari kelalaian.
Bagaimana ia berharap akan mengerti rahasia yang halus dan tersembunyi, padahal
ia belum taubat dari kekeliruannya."
Dalam hikmah ke 13 ini menjadi kelanjutan hikmah sebelumnya (12)
yang menerangkan tentang pentingnya Uzlah, sedang hikmah 13 memperingatkan
Uzlah jasad (tubuh) saja tidak akan ada artinya jika hatinya tidak ikut
ber-Uzlah, hatinya masih bebas dan dipenuhi empat perkara :
1. Gambaran, ingatan, keinginan
terhadap benda(dunia), seperti harta, wanita,pangkat jabatan dll.
2. Syahwat,keinginan yang
melupakan Alloh.
3. Kelalaian dari dzikir kepada
Alloh.
4. Dosa-dosa yang tidah di basuh
dengan Taubat.
Jadi seorang murid yang ingin wushul kepada Alloh harus
membersihkan dari empat perkara tersebut.
Karena Berkumpulnya dua hal
yang berlawanan pada saat besamaan dalam satu tempat dan waktu itu mustahil
[tidak mungkin], sebagaimana berkumpulnya antara diam dan gerak, antara cahaya
terang dan gelap. Demikian pula cahaya iman berlawanan dengan gelap yang
disebabkan karena selalu masih berharap kepada sesuatu selain Alloh. Demikian
pula mengembara menuju kepada Alloh harus bebas dari belenggu hawa nafsu supaya
dapat sampai kepada Alloh azza wajalla. Alloh berfirman:
"Bertakwalah kepada Alloh dan Alloh akan mengajarkan kepadamu segala
kebutuhanmu."
Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah akan
mewariskan kepadanya pengetahuan yang belum diketahui."
Imam Ahmad bin Hambal rodhiallohu 'anhu bertemu
dengan Ahmad bin Abi Hawari dan berkata: Ceritakanlah kepada kami apa-apa yang
pernah engkau dapat dari gurumu Abu Sulaiman. Jawab Ahmad bin Abi Hawari:
Bacalah Subhanallah tapi tanpa rasa kekaguman. Setelah dibaca oleh Ahmad bin Hambal:
"Subhanallah". Maka Ibnu Hawari berkata: Aku telah mendengar Abu
Sulaiman berkata: Apabila hati [jiwa] manusia benar-benar berjanji akan
meninggalkan semua dosa, niscaya akan terbang ke alam malakut, kemudian kembali
membawa berbagai ilmu yang penuh hikmah tanpa memerlukan lagi guru. Ahmad bin
Hambal setelah mendengar keterangan itu langsung ia berdiri dan duduk
ditempatnya berulang-ulang sampai tiga kali, lalu berkata: Belum pernah aku
mendengar keterangan serupa ini sejak aku masuk Islam. Ia sungguh merasa puas
dan sangat gembira menerima keterangan itu,
lalu ia membaca hadits: "Man amila bima alima
warrotsahullohu ilma maa lam ya'lam." Barangsiapa yang
mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Alloh akan mewariskan kepadanya
pengetahuan yang belum diketahui.
14. “Alam terang karena Nur Ilahi”
٭ الكَونُ كلُّهُ ظُلمة
ٌ واِنّمَا اَناَرَهُ ظُهُورُالحَقِّ فيه فمن رأى الكَوْنَ ولم يَشْهَدْهُ فيهِ
اوعِندهُ اوقَبْله اوبَعْدهُ فقد اَعوزَهُ وجودُ الانوَرِ وحُجِبتْ عَنه شموس
المعارفِ بِسُحُبِ الاثارِ ٭
14."Alam itu semuanya dalam kegelapan, sedangkan yang
meneranginya, hanya karena dhohirnya Al-haq [Alloh] padanya, maka barangsiapa
yang melihat alam, lantas tidak melihat Alloh di dalamnya, atau didekatnya,
atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka sungguh ia telah disilaukan oleh nur
[cahaya], dan tertutup baginya surya [nur-cahaya] ma'rifat oleh tebalnya
benda-benda alam ini."
Alam semesta yang mulanya tidak ada dan memang gelap,
sedang yang menampakkannya sehingga berupa kenyataan, hanya kekuasaan Alloh
padanya, karena itu barangsiapa yang melihat sesuatu benda alam ini, lantas
tidak terlihat olehnya kebesaran dan kekuasaan Alloh yang ada pada benda itu,
sebelum atau sesudahnya, berarti ia telah disilaukan oleh cahaya. Bagaikan ia
melihat cahaya yang terang benderang, lalu ia mengira tidak ada bola yang
menimbulkan cahaya itu. Maka semua seisi alam ini bagaikan cahaya, sedang yang
hakiki [sebenarnya] terlihat itu semata-mata kekuasaan dzat Alloh subhanahu
wata'ala.
Arti melihat Alloh didalam AL-KAUN (alam) yaitu:segala sesuatu
yang ada ini berjalan menurut hukum Alloh, jadi hatinya hamba ketika melihat
alam, langsung dia tahu Alloh yang membuat. ALLOHU KHOOLIQU KULLI SYAI’(Alloh-lah
yang menciptakan segala sesuatu). Tidak melihat sebab-musababnya.
Melihat Alloh didekat AL-KAUN (alam) yaitu: sadar kalau
Alloh-lah yang mengurusi dan mengatur semuanya sesuai dengan kehendakNya,
dengan kesadaran yang seperti ini hati akan terdorong untuk selalu muroqobah
dengan rasa syukur dan selalu berusaha melaksanakan kewajiban dari Alloh, dan
akhirnya akan hilang kesenangan-kesenangan nafsu.
Melihat Alloh sebelum AL-KAUN (alam)sebelum sesuatu diwujudkan
yaitu: melihat kita melakukan sesuatu yang di inginkan itu tidak akan terjadi
tanpa dikehendaki oleh Alloh. Dengan kesadaran seperti ini hati bisa
bertawakkal(menyerahkan semua pada Alloh atas apa yang di inginkan.karena yaqin
semua yang wujud itu pasti Alloh yang mewujudkan.
Melihat Alloh sesudah AL-KAUN (alam) yaitu:sebab melihat Alloh
hamba tidak merasa kalau dia melakukan sesuatu/amal, karena sadar bahwa
Alloh-lah yang menjadikan amal itu.
15-24. “BUKTI KEKUASAAN ALLOH”
٭ مِمَّايَدُلُّكَ على
وجُودِ قهرِهِ سُبْحانهُ ان حجبكَ عَنهُ بما ليسَ بموجُودٍ معهُ ٭
15."Di antara bukti-bukti yang menunjukkan adanya
kekuasaan Alloh yang luar biasa, ialah dapat menghijab engkau dari pada melihat
kepada-Nya dengan hijab tanpa wujud di sisi Alloh."
Sepakat para orang-orang arif, bahwa segala sesuatu selain Alloh
tidak ada artinya, tidak dapat disamakan adanya sebagaimana adanya Allah, sebab
adanya alam terserah kepada karunia Alloh, bagaikan adanya bayangan yang
tergantung selalu kepada benda yang membayanginya. Maka barangsiapa yang
melihat bayangan dan tidak melihat kepada yang membayanginya, maka di sinilah
terhijabnya. Alloh berfirman: "segala sesuatu rusak binasa kecuali dzat
Alloh." Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam membenarkan
ucapan seorang penyair yang berkata: ''Camkanlah!Bahwa segala sesuatu selain
Alloh itu palsu belaka. Dan tiap nikmat kesenangan dunia, pasti akan binasa.]
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى اظهركلَّ شيىءٍ ٭
16."Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab
[dibatasi tirai] oleh sesuatu padahal Alloh yang menampakkan [mendhohirkan]
segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظَهربِكلّ شيىءٍ ٭
17."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal
Dia [Alloh] yang tampak [dhohir] pada segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرفى كلّ شيىءٍ ٭
18."Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal
Dia [Alloh] yang terlihat dalam tiap sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرلِكلّ شيىءٍ ٭
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ وهو الظاهرقبل وجودِ كلّ شيىءٍ ٭
19."Bagaimana akan dapat ditutupi oleh sesuatu, padahal Dia
[Alloh] yang tampak pada tiap sesuatu. Bagaimana mungkin akan dihijab oleh
sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang ada dhohir sebelum adanya sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ وهو اَظَْهرمن كلّ شيىءٍ ٭
20."Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal
Dia [Alloh] lebih jelas dari segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ وهوالواحد الذى ليسَ معهُ شيىءٍ ٭
21."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal
Dia [Alloh] yang tunggal yang tidak ada di samping-Nya sesuatu apapun."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ وهواقربُ ا ِليكَ من كلّ شيىءٍ ٭
22."Bagaimana akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia
[Alloh] lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان
يحجبهُ شيىءٌ ولولاه ماكان وجودُ كلّ شيىءٍ ٭
23."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal
seandainya tidak ada Alloh, niscaya tidak akan ada segala sesuatu."
Alloh itu dzat yang mendhohirkan segala sesuatu, bagaimana
mungkin sesuatu itu bisa menutupi/menghijab-Nya.
Alloh itu dzat yang nyata pada segala sesuatu, bagaimana bisa
Dia tertutupi,
Alloh itu dzat yang maha Esa, tidak ada sesuatu yang
bersama-Nya, bagaimana mungkin Dia dihijab oleh sesuatu yang tidak wujud
disamping-Nya.
Demikian tampak jelas sifat-sifat Alloh pada tiap-tiap sesuatu
di alam ini, yang semua isi alam ini sebagai bukti kebesaran, kekuasaan,
keindahan, kebijaksanaan dan kesempurnaan dzat Alloh yang tidak menyerupai
sesuatu apapun dari makhluknya. Sehingga bila masih ada manusia yang tidak mengenal
Alloh [tidak melihat Alloh], maka benar-benar ia telah silau oleh cahaya yang
sangat terang, dan telah terhijab dari nur ma'rifat oleh awan tebal yang berupa
alam sekitarnya.
٭ يا عجبا كيفَ
يظهرُالوجودُفى العدمِ ، ام كيفَ يَثبُتُ الحادثُ معَ من لهُ وَصفُ القِدَمِ ٭
24."Sungguh sangat ajaib, bagaimana tampak wujud dalam
ketiadaan, atau bagaimana dapat bertahan sesuatu yang hancur itu, di samping
dzat yang bersifat qidam."
25. “TANDA-TANDA KEBODOHAN”
٭ ماتركَ من الجهلِ
شيْـءـاًمن ارادَ ان يُحدِثَ فى الوَقتِ غيرَمااظهرهُ اللهُ فيهِ ٭
25."Tiada meninggalkan sedikitpun dari kebodohan,
barangsiapa yang berusaha akan mengadakan sesuatu dalam suatu masa, selain dari
apa yang dijadikan oleh Alloh di dalam masa itu."
Sungguh amat bodoh seorang yang mengadakan sesuatu yang tidak
dikehendaki oleh Alloh. Pada Hikmah lain ada keterangan: Tiada suatu saat pun
yang berjalan melainkan di situ pasti ada takdir Alloh yang dilaksanakan.
Alloh berfirman: "Tiap hari Dia [Alloh]
menentukan urusan." Menciptakan, menghidupkan, mematikan, memuliakan,
menghinakan dan lain-lain. Maka sebaiknya seorang hamba menyerah dengan ikhlas
kepada hukum ketentuan Alloh pada tiap saat, sebab ia harus percaya kepada
rahmat dan kebijaksanaan kekuasaan Alloh.
26. “JANGAN MENUNDA AMAL”
٭ اِحالتكَ الاَعمالِ
علىٰ وجودِ الفراغِ من رعوناتِ النـَّفـْسِ ٭
26."Menunda amal perbuatan [kebaikan] karena menanti
kesempatan lebih baik, suatu tanda kebodohan yang mempengaruhi jiwa.
Seorang murid apabila terlalu disibukkan dengan
urusan dunianya, yang bisa menghalangi amal yang menyebabkan dekat dengan
Alloh, sehingga dia menangguhkan amal menunggu kesempatan yang tidak sibuk itu
dinamakan kumprung/kebodohan.
Kebodohan itu disebabkan
oleh: 1. Karena ia mengutamakan duniawi. Padahal Alloh subhanahu wata’ala
berfirman: ‘’Tetapi kamu mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat
itu lebih baik dan kekal selamanya.’’
2. Penundaan amal itu kepada masa yang ia sendiri tidak
mengetahui apakah ia akan mendapatkan kesempatan itu atau kemungkinan ia akan
dijemput oleh maut yang setiap saat selalu menantinya.
3. Kemungkinan azam, niat dan hasrat itu menjadi lemah dan
berubah. Seorang penyair berkata: ‘’Janganlah menunda sampai besok, apa yang
dapat engkau kerjakan hari ini. Waktu sangat berharga, maka jangan engkau
habiskan kecuali untuk sesuatu yang berharga.
27. “JANGAN MINTA DIPINDAH DARI SATU MAQOM KE MAQOM LAIN”
٭ لاتَطلُبْ منهُ ان
يُخرِجكَ من حالةٍ ليَسْتعملكَ فيماَ سِواها فلوارَادكَ لاسْتَعْملك من غير
اِخرَاجٍ ٭
27."Jangan engkau meminta kepada Alloh supaya dipindahkan
dari suatu masalah kepada masalah yang lain, sebab sekiranya Alloh
menghendakinya tentu telah memindahkanmu, tanpa merubah keadaan yang
terdahulu."
Dalam suatu hikayat: Ada seorang yang salik, dia bekerja mencari
nafkah dan beribadat dengan tekun, lalu ia berkata dalam hatinya: Andaikata aku
bisa mendapatkan untuk tiap hari, dua potong roti, niscaya aku tidak susah
bekerja dan melulu beribadat. Tiba-tiba ia tanpa ada masalah tiba-tiba ia
ditangkap dan dipenjara, dan tiap hari ia menerima dua potong roti, kemudian
setelah beberapa lama ia merasa menderita dalam penjara, ia berpikir: Bagaimana
sampai terjadi demikian ini? Tiba-tiba ia mendengar suara yang berkata: Engkau
minta dua potong roti, dan tidak minta keselamatan, maka Kami [Alloh] menerima
dan memberi apa yang engkau minta. Setelah itu ia memohon ampun dan membaca
istighfar, maka seketika itu pula pintu penjara terbuka dan ia dibebaskan dari
penjara. Sebab Alloh menjadikan manusia dengan segala kebutuhannya, sehingga
tidak perlu manusia merasa khawatir, ragu dan jemu terhadap sesuatu pemberian
Alloh, walaupun berbentuk penderitaan pada lahirnya, sebab hakikatnya nikmat
besar bagi siapa yang mengetahui hakikatnya, sebab tidak ada sesuatu yang tidak
muncul dari rahmat, karunia dan hikmah Alloh subhanahu wata'ala.
28. “SALIK, JANGAN BERHENTI KARENA GODAAN”
٭ مااَرادتْ هِمّـَة ُ
سالكٍ ان تقِفَ عِندَما كُشِفَ لهاَ الاَّونادَتـْهُ هَوَاتِفُ الحقيقَةِ الَّذى
تطْلُبُهُ امامكَ وَلاَ تبَرَّجَتْ ظَواهِرُالمكوّناتِ الاَّ ونادتكَ حقاَءـقهاَ
انَّما نحنُ فِتنةٌ فلا تـكفـُرْ ٭
28."Tiada kehendak dan semangat orang salik [yang
mengembara menuju kepada Alloh] untuk berhenti ketika terbuka baginya sebagian
yang ghoib, melainkan segera diperingatkan oleh suara hakikat. Bukan itu
tujuan, dan teruslah mengembara berjalan menuju ke depan. Demikian pula tiada
tampak baginya keindahan alam, melainkan diperingatkan oleh hakikatnya: Bahwa
kami semata-mata sebagai ujian, maka janganlah tertipu hingga menjadi
kafir."
Arti SALIK yaitu: menempuh jalan. Yang di maksud Salik disini
usaha caranya bisa Wushul kepada Alloh.
Yang di maksud WUSHUL disini yaitu : sampai pada tingkatan
merasa selalu berada disisi Alloh, di dekat Alloh, dalam segala kesempatan dan
waktu.
Abu Hasan at-Tustary berkata: "Di dalam pengembaraan menuju
kepada Allah jangan menoleh kepada yang lain, dan selalu ber-dzikir kepada
Allah, sebagai benteng pertahananmu. Sebab segala sesuatu selain Allah, akan
menghambat pengembaraanmu."
Syeih Abu Hasan [Ali] asy-Syadzily rodhiallohu anhu
berkata: "Jika engkau ingin mendapat apa yang telah dicapai oleh
waliyulloh, maka hendaknya engkau mengabaikan semua manusia, kecuali
orang-orang yang menunjukkan kepadamu jalan menuju Alloh, dengan isyarat
[teori] yang tepat atau perbuatan yang tidak bertentangan dengan Kitabulloh dan
Sunnaturrosul, dan abaikan dunia tetapi jangan mengabaikan sebagian untuk
mendapat bagian yang lain, sebaliknya hendaknya engkau menjadi hamba Alloh yang
diperintah mengabaikan musuh-Nya. Apabila engkau telah dapat melakukan dua
sifat itu, yakni: Mengabaikan manusia dan dunia, maka tetaplah tunduk kepada
hukum ajaran Alloh dengan Istiqomah dan selalu tunduk serta Istighfar."
Pengertian keterangan ini: Agar engkau benar-benar merasakan sebagai hamba
Alloh dalam semua yang engkau kerjakan atau engkau tinggalkan, dan menjaga hati
dan perasaan, jangan sampai merasa seolah-olah di dalam alam ini ada kekuasaan
selain Alloh, yakni bersungguh-sungguh dalam menanggapi dan memahami:
"Tiada daya dan kekuatan sama sekali, kecuali dengan bantuan dan
pertolongan Alloh." Maka apabila masih merasa ada kekuatan diri sendiri
berarti belum sempurna mengaku diri hamba Alloh. Sebaliknya bila telah
benar-benar mantap perasaan La haula wala Quwwata illa billah itu, dan tetap
demikian beberapa lama, niscaya Alloh membukakan untuknya pintu rahasia-rahasia
yang tidak pernah di dengar dari manusia seisi alam.
29. “JANGAN MENUDUH ALLOH”
٭ طلبُكَ منهُ
اِتـِّهامٌ لهُ وطلَبُكَ لهُ غيْبَة ٌمنكَ عنـْهُ وطلبكَ لغيرِهِ لقِلَّةِ
حياءـكَ منهُ وطلَبُكَ من غيرهِ لِوُجُودِ بُعْدِكَ عَنْهُ ٭
29."Permintaanmu dari Alloh
mengandung pengertian menuduh Alloh, khawatir tidak memberimu. Dan
engkau memohon kepada Alloh supaya mendekatkan dirimu kepada-Nya, berarti
engkau masih merasa jauh dari pada-Nya”.
Dan engkau memohon kepada Alloh untuk mencapai
kedudukan dunia dan akhirat, membuktikan tiada malunya engkau kepada-Nya, dan
permohonanmu kepada sesuatu selain dari Alloh menunjukkan engkau jauh dari
pada-Nya. Permohonan seorang hamba kepada Alloh terbagi dalam empat macam, dan
kemudian kesemuanya itu tidak tepat bila diteliti dengan seksama dan mendalam.
Permintaan kepada Alloh mempunyai pengertian menuduh, sebab sekiranya ia
percaya bahwa Alloh akan memberi tanpa minta, ia tidak akan minta, disebabkan
karena khawatir tidak diberi apa yang dibutuhkannya menurut pendapatnya, atau
menyangka Alloh melupakannya, dan lebih jahat lagi bila ia merasa berhak,
tetapi oleh Alloh belum juga diberi. Dan permintaanmu untuk taqarrub,
menunjukkan bahwa engkau merasa ghaib dari pada-Nya. Sedang permintaanmu sesuatu
dari kepentingan-kepentingan duniawi membuktikan tiada malunya engkau dari
pada-Nya, sebab sekiranya engkau malu dari Alloh tentu tidak merasa ada
kepentingan bagimu selain mendekat kepada-Nya. Sedang bila engkau minta dari
sesuatu selain Alloh, membuktikan jauhmu dari pada-Nya, sebab sekiranya engkau
mengetahui bahwa Alloh dekat kepadamu, tentu engkau tidak akan meminta selain
kepada-Nya. Kecuali permintaan yang semata-mata untuk menurut perintah Alloh,
karena hanya inilah yang benar.
30. “SEMUA ATAS TAQDIR ALLOH”
٭ مامنْ نفسٍ تـُبْدِيه
الاَ ولهُ قدرٌ فيكَ يُمضيهِ ٭
30."Tiada suatu nafas terlepas dari padamu, melainkan di
situ pula ada takdir Alloh yang berlaku atas dirimu."
Sebab tiap nafas hidup manusia pasti terjadi suatu taat atau
maksiat, nikmat atau musibah [ujian]. Berarti nafas yang keluar sebagai wadah
bagi sesuatu kejadian, karena itu jangan sampai nafas itu terpakai untuk
maksiat dan perbuatan terkutuk oleh Alloh subhanahu wata'ala.
31. “JANGAN MENUNGGU KESEMPATAN”
٭ لاتترَقـَّبْ فُرُوغ
َالاغيارِ فَاِنَّ ذٰلكَ يَقطَعكَ عن وجودِ المراقبةِ لهُ فيماَ هُوَ مقِيمُكَ
فيهِ ٭
31."Jangan menantikan habisnya penghalang-penghalang untuk
lebih mendekat kepada Alloh, sebab yang demikian itu akan memutuskan engkau
dari kewajiban menunaikan hak terhadap apa yang Alloh telah mendudukkan engkau
di dalamnya. [Sebab yang demikian itu memutuskan kewaspadaanmu terhadap
kewajibanmu]."
Yang dituntut bagi
salik, yaitu selalu melakukan amal ibadah, dan selalu mengawasi taqdirnya Alloh
pada amal yang kau kerjakan, jangan terpengaruh dengan apa-apa yang menjadikan
kau ragu dan penghalang-penghalangnya ibadah.
Abdulloh bin Umar rodhiyallohu 'anhu berkata: "Jika engkau
berada di waktu senja, maka jangan menunggu tibanya pagi, demikian pula jika
engkau berada di waktu pagi, jangan menunggu sore hari. Pergunakanlah
kesempatan di waktu muda, sehat, kuat dan kaya untuk menghadapi masa tua,
sakit, lemah dan miskin."
Sahl bin Abdullah at-Tustary berkata: "Jika tiba waktu
malam maka jangan mengharap tibanya siang hari, sehingga engkau menunaikan hak
Alloh, waktu malam itu. Dan menjaga benar-benar hawa nafsumu, demikian pula
bila engkau berada pada pagi hari." Allah berfirman: "Kami
[Alloh] akan menguji kamu dengan kejahatan dan kebaikan, sebagai ujian dan
kepada Kami kamu akan dikembalikan." [QS. al-Anbiyaa 35].
Kadangkala ujian itu berupa, sehat, sakit, kesulitan, kelapangan, kekayaan dan
kemiskinan. Ujian keyakinan terhadap Alloh subhanahu wata'ala, sampai di mana
ia mensyukuri nikmat dan bagaimana ia bersabar menghadapi musibah.
32. “SIFATNYA DUNIA”
٭
لاَتسْتغـْرِبْ وقـُوعَ الاَكداَرِ مادُمتَ فى هٰذِهِ الدَّار فإنـَّهَا
ماأبْرزَتْ الاَّماهُوَ مُسْتَحِقّ ُوصْفِها وواجِبُ نَعْتِهَا ٭
32."Jangan heran atas terjadinya
kesulitan-kesulitan selama engkau masih di dunia ini, sebab ia tidak melahirkan
kecuali yang layak dan murni sifatnya."
Abdulloh bin Mas'ud rodhiyallohu 'anhu berkata:
"Dunia ini adalah penderitaan dan duka cita, maka apabila terdapat
kesenangan di dalamnya, berarti itu hanyalah sebuah keberuntungan."
Syeikh Jafar As-shoddiq rodhiyallohu 'anhu
berkata:
من
طلب مالم يُخلق اتعبَ نفسه ولم يُرزق. قيل له : وما ذاك؟ قال: الراحة فى الدنياَ
"Barangsiapa meminta sesuatu yang tidak dijadikan
oleh Alloh, berarti ia melelahkan dirinya dan tidak akan diberi. Ketika
ditanya: Apakah itu? Jawabnya: Kesenangan di dunia."
Syeikh Junaid al-Baghdadi rodhiyallohu anhu
berkata: "Aku tidak merasa terhina apa yang menimpa diriku, sebab aku
telah berpendirian, bahwa dunia ini tempat penderitaan dan ujian dan alam ini
dikelilingi oleh bencana, maka sudah selayaknya ia menyambutku dengan segala
kesulitan dan penderitaan, maka apabila ia menyambut aku dengan kesenangan,
maka itu adalah suatu karunia dan kelebihan.
" Rosululloh shollallohu 'alaihi wassalam berkata
kepada Abdulloh bin Abbas: Jika engkau dapat beramal karena Alloh dengan ikhlas
dan keyakinan, maka laksanakanlah dan jika tidak dapat, maka sabarlah. Maka
sesungguhnya sabar menghadapi kesulitan itu suatu keuntungan yang besar."
Umar bin Khottob radhiyallohu 'anhu berkata kepada
orang yang dinasehatinya: "Jika engkau sabar, maka hukum [ketentuan -
takdir] Alloh tetap berjalan dan engkau mendapat pahala, dan apabila engkau
tidak sabar tetap berlaku ketentuan Alloh sedang engkau berdosa." Maka
apapun yang menimpa dirimu tetaplah berserah diri kepada Alloh dengan penuh
kesabaran, sebab ketentuan Alloh pasti akan terjadi padamu.
33. “BERSANDARLAH KEPADA ALLOH”
٭ ماتوَقـَّفَ مطلبٌ
انتَ طَالبُهُ بِرَبِّكَ ولاتَيَسَّرَ مطلَبٌ انتَ طالبهُ بِنفسِكَ ٭
33."Tidak akan terhenti suatu permintaan yang semata-mata
engkau sandarkan kepada karunia [kekuasaan] Tuhanmu, dan tidak mudah tercapai
permintaan yang engkau sandarkan kepada kekuatan dan daya upaya serta
kepandaian dirimu sendiri."
Siapa yang menyampaikan semua
hajat-hajatnya kepada Alloh, pasrah dan bergantung hanya pada Alloh, maka Alloh
akan mendekatkan yang jauh, memudahkan yang sulit dan memberi keberhasilan pada
hajatnya.
Dan barang siapa mengandalkan kepandean, kekuatannya sendiri,
maka Alloh akan menyerahkan hajatnya itu pada mereka sendiri.dan Alloh akan
menghinakan mereka dan semua hajatnya tidak akan berhasil.
34-35. “PERMULAAN MENENTUKAN AHIRNYA”
٭ مِن علاماتِ
النـَّجْحِ فى النهاَياتِ الرُجُوعُ الى اللهِ فى البِدَايات ٭
34."Suatu tanda akan lulusnya seseorang pada akhir
perjuangannya, jika selalu tawakkal, menyerahkan kepada Alloh sejak awal
perjuangannya."
Siapa saja yang memperbaiki suluknya pada permulaan
dengan kembali kepada Alloh, pasrah, dan minta pertolaongan hanya kepada Alloh
supaya diberi bisa wushul kepada-Nya, dan tidak mengandalkan amalnyanya yang
berpenyakit, maka pada ahirnya akan mendapat kelulusan bisa wushul kepada
Alloh, dan diberi keselamatan tidak putus di tengah jalan.
Seorang arif berkata: Barangsiapa menyangka bahwa ia akan dapat
sampai kepada Allah dengan perantaraan sesuatu selain dari pada Allah, pasti
akan putus karenanya. Dan barangsiapa dalam ibadahnya bersandar pada kekuatan
dirinya, tidak diserahkan kepada Allah, hanya sampai di situ saja, dan tidak
mencapai bagian-bagian yang hanya dapat dicapai dengan tawakkal dan
menyandarkan diri kepada Alloh.
٭ مَنْ اَشـْرَقت
بدايَتـُهُ اشرَقَتْ نِهاَيَتـُهُ ٭
35."Barangsiapa yang bersinar terang dengan taat dimasa
permulaannya [salik], pasti akan bersinar terang pula di masa akhirnya dengan
cahaya [nur] ma'rifat."
Barangsiapa yang kuat tawakkalnya dimasa permulaan [bidayah],
maka akan bersinar terang terus hingga masa sampainya ke hadirat Tuhannya.
36. “ANGGOTA LAHIR SEBAGAI CERMIN ANGGOTA BATIN”
٭ماَاسْـتـُودِعَ فىِ
غيْبِ السَّراءـرِ ظهرَ فِى شَهادَةِ الظوَاهِرِ ٭
36. “Apa yang tersembunyi dalam rahasia ghoib, yaitu berupa Nur
ma’rifat dan nur ilahi, pasti akan ada pengaruhnya di anggota lahir”.
Apabila dalam hati hamba sudah ada Nur ma’rifat dari
Alloh,pengaruhnya Nur tersebut akan jelas tampak pada anggota lahir, karena
keadaan lahir itu bisa menjadi cermin keadaan batin.
Abu Hafs berkata: Bagusnya adab kesopanan lahir, membuktikan
adanya adab yang didalam batin.
Rosululloh saw. Ketika melihat seorang yang
memain-mainkan tangannya ketika sholat, maka Rosululloh saw. Bersabda : Lau-khosya’a
qolbuhu lakhosya-‘at jawarikhuhu. (andaikan khusyu’ hati orang itu, niscaya
khusyu' semua anggota badannya.”
Abu Tholib al-makky barkata: Alloh telah menunjukkan tanda bukti
orang kafir, yaitu bila disebut nama Alloh mereka mengejek dan enggan tidak mau
menerimanya.
Alloh berfirman :” Apabila disebut nama Alloh saja
(sendiri), cemas dan muak hati orang-orang yang tidak percaya kepada akhirat,
sebaliknya bila disebut nama-nama selain Alloh mereka gembira, dan menerima dan
puas”.Az-zumar.45.
Alloh menerangkan dalam ayat ini tentang sikap orang-orang
kafir, berbeda dengan sikap orang mukmin, jiwanya merasa puas jika dikatakan,
ini semua dari Alloh. Dan ini semua perbedaan antara iman tauhid dengan syirik.
37. “Perbedaan pandang orang sudah wushul dengan salik”
٭ شتان بين من يستد لُّ
به او يستد لُّ عليهِ . المستدلُّ بهِ عرف الحق َّ لاَهله فاَثبت الاَمرَ من وجود
اَهله . والاِ ستدلالُ عليهِ من عدمِ الوُصولِ اِليهِ. وَالاَّ فَمتىَ غابَ حتي
يُستدلَّ عليهِ ومتىَ بعدَ حتى تكونَ الاَثارَُ هِيَ الَّتيِ توصِلُ اِليهِ.٭
37."Jauh berbeda orang yang berpendapat (membuat dalil);
adanya Alloh menunjukkan adanya alam, dengan orang yang berpendapat (membuat
dalil); bahwa adanya alam inilah yang menunjukkan adanya Alloh. Orang yang
berpendapat adanya Alloh menunjukkan adanya alam, yaitu orang yang mengenal hak
dan meletakkan pada tempatnya, sehingga menetapkan adanya sesuatu dari asal
mulanya. Sedang orang yang berpendapat adanya alam menunjukkan adanya Alloh,
karena ia tidak sampai kepada Alloh. Maka kapnkah Alloh itu ghaib sehingga
memerlukan dalil untuk mengetahuinya. Dan kapankah Alloh itu jauh sehingga
adanya alam ini dapat menyampaikan kepadanya."
Orang yang wushul ila-lloh itu ada dua cara :
1. Muriiduun / Salikuun
yaitu: orang yang mengharapkan bisa wushul kepada Alloh.
2. Murooduun /
Majdzubuun yaitu: orang dikehendaki oleh Alloh atau ditarik oleh Alloh sehingga
bisa wushul kepada Alloh.
Golongan pertama (Muriiduun / Salikuun) dalam suluknya masih
terhalang dari Alloh, karena mata hatinya masih masih melihat selain Alloh,
Alloh masih ghoib dalam mata hatinya, sehingga dia menggunakan makhluk (selain
Alloh) untuk dalil adanya (wujudnya) Alloh. Lisannya berdzikir, diya yaqin
kalau yangmenggerakkan lisannya berdzikir itu alloh, tapi dia masih
memperhatikan lisan dan dzikirnya, belum memperhatikan Alloh yang menggerakkan
lisannya.
Golongan kedua (Murooduun / Majdzubuun) dia langsung
ditarik oleh Alloh dan dihadapi Alloh, sehingga hilanglah semua makhlk selain
Alloh dalam mata hatinya, semua tidak ada wujudnya, yang wujud hanya Alloh.
Tapi ketika dia turun kebawah lagi(sadar dengan kehidupan dunia) dia tahu semua
makhluk itu wujud karena wujudnya Alloh.
٭ ليُنفق ذوسَعَةٍ من
سعَتهِ الوَاصِلوْنَ اِليهِ ومن قدِرَ عليهِ رِزْقهُ السَّا ءِرُونَ اِليْهِ ٭
38."Hendaknya membelanjakan tiap orang kaya menurut
kekayaannya, ialah mereka yang telah sampai kepada Alloh. Dan orang yang
terbatas rezekinya, yaitu orang sedang berjalan menuju kepada Alloh."
Orang yang telah sampai kepada Alloh, karena mereka telah
terlepas dari kurungan melihat kepada sesuatu selain Allah, ke alam tauhid,
maka luaslah pandangan mereka, maka mereka berbuat di alam mereka lebih lapang,
sebaliknya orang yang masih merangkak-rangkak di dalam ilmu dan faham yang
terbatas, mereka inipun mengeluarkan sekedarnya.
39. NURUT-TAWAJJUH (IBADAH)
٭ اِهْتـَدى
الرَّاحِلُوْنَ بِأَنْوَارِ التـَّوَجُّهِ والواصِلوْنَ لهُمْ اَنوارُ الموَجَّهةِ
، فاَلاَوَّلُونَ لِلاََنْوَارِ وَهٰــءـولاَءِ الاَنوَارُ لهُمْ لاَنَّهُمْ للهِ
لاَ لِشيءٍ دونَهُ قُلِ اللهُ ثـُمَّ ذ
َرْهُمْ فى حَوْضِهِمْ يَلْعَبُوْنَ. ٭
39."Orang-orang salik [yang mengembara menuju kepada Alloh]
telah mendapat hidayat dengan nur [cahaya] ibadah yang merupakan amalan untuk
taqarrub [mendekat] kepada Alloh, sedang orang-orang yang telah sampai, mereka
tertarik oleh nur yang langsung dari Tuhan bukan sebagai hasil ibadah, tetapi
semata-mata karunia dan rahmat Alloh. Maka orang-orang salik menuju ke alam
nur, sedangkan yang telah sampai berkecimpung di dalam nur, sebab orang yang
telah sampai itu telah bersih dari segala sesuatu selain Alloh. Alloh
berfirman: "Katakanlah: Alloh, kemudian biarkan yang lain-lain di dalam
kesibukan mereka bermain-main."
Hakikat tauhid itu bila telah tidak melihat
pengaruh-pengaruh sesuatu selain Alloh, dan inilah yang bernama haqqul-yaqin,
dan melihat, merasa adanya pengaruh dari suatu selain Alloh itu hanya permainan
bekaka, dan itu bersifat penipuan atau munafik. Katakanlah: Alloh, yakni jangan
menganggap ada sesuatu selain Alloh yang dapat engkau harap, engkau takuti dan
berkuasa, sebab semua harapan kepada sesuatu selain Alloh adalah syirik, baik
yang nampak ataupun yang samar-samar, besar ataupun kecil dalam pengertian
syirik hampir tiada berbeda.
٭ تَشَوُّفكَ اِلىَ ما
بطَنَ فيْكَ مِنَ العُيُوبِ خَيرٌ منْ تَشَوُّفِكَ الى ماحُجِبَ عَنْكَ منَ
الغُيُوبِ ٭
40."Usahamu untuk mengetahui cela diri yang masih ada di
dalam dirimu, itu lebih baik dari usahamu untuk terbukanya bagimu tirai ghaib”.
Seorang salik haruslah berusaha selalu melihat cela dan aib yang
ada pada diri sendiri, jangan sampai mempunyai tujuan supaya mengetahui perkara
yang ghoib yang menjadi kemauan hawa nafsu, seperti ingin mengetahui rahasia di
hati orang lain, rahasia taqdir dan lain-lain. Karena itu bisa mencela
kehambaanmu kepada Alloh.
Orang arif berkata: “Jadilah
hamba Alloh yang selalu ingin mencapai Istiqamah, dan jangan menjadi hamba yang
menuntut karomah. Istiqomah adalah menunaikan kewajiban, sedang karomah adalah
menuntut kedudukan. Karomah dan kedudukan yang diberikan Allah kepada seorang
wali itu, sebagai hasil dari Istiqamah.”
Istiqomah berarti tetap dalam Ubudiyah, tidak berubah
keyakinan dan kepercayaannya kepada Alloh, ketuhanan Alloh, kekuasaan Alloh dan
kebijaksanaan Alloh, baik dalam keadaan sehat ataupun sakit, senang ataupun
susah, suka ataupun duka, kaya ataupun miskin.
٭ الحقُّ ليسَ بِمحجُوبٍ
وَاِنـَّماَ المحجُوبُ انتَ عنِ النظَرِ اليهِ اذ ْ لَوْ حجَبَهُ شَيءٌ لسَتَرَهُ
ولوكاَنَ لهُ ساتِرٌ لكانَ لِوُجُدِهِ حاصِرٌ وكلُّ حاصِرٍ لشىءٍ فَهُوَ لهُ
قاَهِرٌ وَهُوَالقاَهِرُ فوَقَ عبادِهِ ٭
41."Al-Haq, ialah Alloh subhanahu wata'ala, tiada terhijab
[terbatas tirai] oleh sesuatu apapun, sebab tidak mungkin adanya sesuatu yang
dapat menghijab Alloh. Sebaliknya manusialah yang terhijab sehingga tidak dapat
melihat adanya Alloh. Sebab sekiranya ada sesuatu yang menghijab Alloh, berarti
sesuatu itu dapat menutupi Alloh, dan andaikata ada tutup bagi Alloh, berarti
wujud Alloh dapat terkurung/dibatasi, dan sesuatu yang mengurung/membatasi itu,
dapat menguasai yang dikurung/dibatasi, padahal “Alloh yang berkuasa atas
segala makhluk-Nya."
Pada hakikatnya Alloh itu tidak bisa dihijab, yakni hijab itu
menjadi sifatnya Alloh itu tidak. akan tetapi yang menghijab sehingga kamu
tidak bisa melihat Alloh itu adalah sifat-sifat nafsumu sendiri. karena
sekiranya ada sesuatu yang bisa menghijab Alloh, pastilah perkara tersebut
lebih besar dan lebih berkuasa bisa mengalahkan Alloh. karena sesuatu yang bisa
menghijab/menghalangi itu bisa menutupi dari melihat sesuatu yang
dibelakangnya. dan itu tidak sah buat Alloh. karena Alloh berfirman, “Alloh itu
dzat yang bisa memaksakan apa yang dikehendaki mengalahkan semua hamba-Nya”.
KELUARLAH DARI SIFAT BASYARIYYAH
٭ اُخْرُجْ من اَوْصافِ
بَشاَرِيَّتِكَ عنكلِ وَصْفٍ مُنَا قِضٍ لِعُبُودِيَّتِكَ لِتَكُونَ لِنِدَاءِ
الحَقِّ مُجِيبًا ومنْ حَضـْرَتِهِ قـَريْباً ٭
42."Keluarlah dari sifat-sifat kemanusianmu [sifat buruk
dan rendah], semua sifat yang menyalahi kehambaan-mu, supaya mudah bagimu untuk
menyambut panggilan Alloh dan mendekat kepada-Nya."
Sifat-sifat manusia terbagi jadi dua yaitu
: Lahir dan Bathin.
Sifat lahir ialah yang berhubungan dan dilakukan dengan anggota
jasmani, dan sifat bathin ialah berlaku dalam hati [rohani]. Sedang yang
berhubungan dengan anggota lahiriyah juga terbagi dua: Yang sesuai dengan
perintah syari'ah dan yang menyalahi perintah syari'ah yang berupa maksiat.
Demikian pula yang berhubungan dengan hati juga terbagi dua: Yang sesuai dengan
hakikat [kebenaran] bernama iman dan ilmu, dan yang berlawanan dengan hakikat [kebenaran]
berupa nifaq dan kebodohan.
Sifat-sifat yang buruk [rendah] ialah: Hasad, iri hati,
dengki, sombong, mengadu domba, merampok [korupsi], gila jabatan, ingin
dikenal, cinta dunia, tamak, rakus, riya dan lain-lain.
Dan dari sifat-sifat buruk ini akan menimbulkan sifat
permusuhan, kebencian, merendahkan diri terhadap orang kaya, menghina orang
miskin, pandai menjilat, sempit dada, hilang kepercayaan terhadap jaminan
Allah, kejam, tidak malu dan lain-lain.
Apabila seseorang telah dapat menguasai dan membersihkan
diri dari sifat-sifat yang rendah, yang bertentangan dengan kehambaan itu, maka
pasti ia akan sanggup menerima dan menyambut tuntunan Tuhan, baik yang langsung
dalam ayat-ayat al-Qur'an dan yang berupa tuntunan dan contoh yang diberikan oleh
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam. Dan dengan demikian berarti ia telah
mendekat kehadirat Alloh subhanahu wata'ala.
Sifat Ubudiyah [kehambaan] ialah mentaati semua perintah
dan menjauhi semua larangan, mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan
tanpa membantah dan merasa keberatan.
Ingatlah sesungguhnya Hakikatnya suluk yaitu,berusaha untuk
membersihkan hati dari akhlaq yang tercela, lalu dihiasi dengan akhlaq yang
baik dan terpuji, dan ini semua tidak akan berhasil kecuali mendapat
pertolongan dari Alloh.
Sehingga bisa mengetahui sifat-sifat jelek yang ada pada
dirinya, dan selaluu menaruh curiga pada nafsunya. Berprasangka buruk pada
nafsunya,sehingga Syeih Ibnu ‘Ato’illah dawuh pada hikmah selanjutnya.
Ridho dengan Nafsu adalah pangkal kemaksiatan
٭ أَصْلُ كلُّ
مَعصِيَّةٍوَغَفلةٍ وَشَهْوَةٍ الرِّضاَ عَنِ النفْسِ، واصْلُ كُلِّ طَاعةٍ
وَيَقَظَةٍ وَعفَةٍ عَدَمُ الرِّضاَ مِنْكَ عَنْهاَ ٭
43."Pokok /sumber dari semua maksiat, kelalaian dan syahwat
itu, karena ingin memuaskan (ridho dengan)hawa nafsu. Sedangkan pokok/sumber
segala ketaatan, kesadaran dan moral [budi pekerti], ialah karena adanya
pengendalian terhadap hawa nafsu."
Sebagaimana firman Alloh subhanahu wata'ala:
"Dan aku tidak membebaskan diriku
(dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. QS. Yusuf 53.”
Ridho dengan nafsu itu menjadi sumber semua
kemaksiatan dan lupa kepada Alloh dikarenakan menjadi sebabnya tertutupnya cela
dan cacatnya nafsu, sehingga celanya nafsu akan dianggap baik. dan orang yang
ridho dengan nafsunya akan menganggap baik kelakuannya, orang yang menganggap
baik kelakuannya tentu akan lupa kepada Alloh, dan sebab lupa itu manusia tidak
mau meneliti kelakuannya dan meneliti aib dan cela dirinya, sehingga
macam-macamnya kesenangan nafsu menguasai hatinya, dan ahirnya dia terjerumus
pada kemaksiatan.
Abu Hafash berkata: "Barangsiapa yang tidak menuduh hawa
nafsunya sepanjang waktu dan tidak menentangnya dalam segala hal, dan tidak
menarik ke jalan kebaikan, maka sungguh ia telah tertipu. Dan barangsiapa
melihat padanya dengan sebuah kebaikan, berarti ia telah dibinasakannya."
Al-Junaid al-Baghdadi berkata: "Jangan mempercayai
hawa nafsumu, walaupun telah lama taat kepadamu, untuk beribadah kepada Tuhan-mu."
Al-Bushiry dalam Burdahnya berkata: "Lawan selalu
hawa nafsumu dan syaitan serta jangan menuruti keduanya, walaupun keduanya itu
memberi nasehat kepadamu untuk berbuat kebaikan, tetap engkau harus curiga dan
waspada."
Sedangkan curiga terhadap nafsu(tidak ridho dengan
nafsu)itu menjadi sumber ketaatan dan ingat kepada Alloh, itu dikarenakan orang
yang tidak ridho dengan nafsunya ia tidak menganggap baik kelakuannya, sehingga
ia selalu waspada dan selalu meneliti semua kelakuannya, sehingga nafsunya
tidak bisa bebas menguasai orang tersebut. dan orang yang waspada terhadap
gerak gerik nafsu akan selalu menjauhi apa yang dilarang oleh Alloh. dan itulah
yang dinamakan taat kepada Alloh.
٭ولاَنْ تصْحبَ جاهِلاً
لاَيَرْضىَ عَن نَفسِهِ خيرٌ لكَ مِن اَن تصْحَبَ عَالِماً يَرْضىَ عَنْ نَفسِهِ فَاَيُّ عِلمٍ لعاَلِمٍ يَرْضىَ عن نفسهِ وَايُّ جَهْلٍ
لِجاَهِلٍ لا يَرضىَ عن نفسهِ ٭
44. "Dan sekiranya engkau bersahabat dengan orang bodoh
yang tidak menurutkan hawa nafsunya, itu lebih baik dari pada bersahabat dengan
orang berilmu [orang alim] yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Maka ilmu
apakah yang dapat diberikan bagi seorang alim yang selalu menurutkan hawa
nafsunya itu, sebaliknya kebodohan apakah yang dapat disebutkan bagi seorang
yang sudah dapat menahan hawa nafsunya."
Orang yang tidak ridho dengan nafsunya akan selalu
menganggap dirinya belum baik dan akhlaknya masih jelek.orang seperti ini baik
untuk dijadikan sahabat, karena sangat banyak manfaatnya bagimu, kebodohannya
tidak akan membahayakan dirimu.
Bagaimana akan dinamakan bodoh, seorang yang telah dapat menahan
dan mengekang hawa nafsunya, sehingga membuktikan bahwa semua amal perbuatannya
hanya semata-mata untuk keridhoan Alloh dan bersih dari dorongan hawa nafsu.
Sebaliknya apakah arti suatu ilmu yang tidak dapat menahan atau mengendalikan
hawa nafsu dari sifat kebinatangan dan kejahatannya.
Dalam sebuah hadits ada keterangan: "Seorang akan
mengikuti pendirian sahabat karibnya, karena itu hendaknya seseorang itu
memperhatikan, siapakah yang harus diambil sebagai sahabat."
Seorang penyair berkata: "Barang siapa
bergaul dengan orang-orang yang baik, akan hidup mulia. Dan yang bergaul dengan
orang-orang yang rendah akhlaqnya pasti tidak mulia.
BASHIROH (Mata Hati)
٭ شُعَاعُ الْبَصِيرَةِ
يُشـْهِدُكَ قـُرْبَهُ مِنْكَ وَعَيْنُ الْبَصِيرَةِ يُشـْهِدُكَ عَدَمكَ
لِوُجُودهِ وَحَق ُّ الْبَصِيرَةِ يُشـْهِدُكَ وُجُودَهُ لاَ عدَمكَ وَلاَ
وُجُودَكَ ٭
45. "Sinar mata hati itu dapat memperlihatkan dekatnya
Allah kepadamu. Dan matahati itu sendiri dapat memperlihatkan kepadamu
ketiadaanmu karena wujud [adanya] Allah dan hakikat matahati itulah yang
menunjukkan kepadamu, hanya adanya Allah, bukan ketiadaanmu ['adam] dan bukan
pula wujudmu."
Salik dalam perjalanannya menuju Alloh akan ada Nur
dari Alloh tiga macam :
1.Syu'aa 'ul-bashirah yaitu cahaya akal.
2.Ainul-bashirah yaitu cahaya ilmu. Dan
3. haqqul-bashirah yaitu cahaya
Ilahi.
dan semua nur tersebut akan menimbulkan macam-macam buah dan
faidah yang penting.
Maka orang-orang yang menggunakan akal mereka, masih merasa
adanya dirinya dan dekatnya kepada Tuhan [yakni, Alloh selalu meliputi dan
mengurung mereka]. Sedang orang-orang yang menggunakan nurul ilmi merasa
dirinya tidak ada jika dibanding dengan adanya Alloh. Sedang ahli hakikat hanya
melihat kepada Alloh dan tidak melihat apapun di samping-Nya. Bukannya mereka
tidak melihat adanya alam sekitarnya, tetapi karena alam sekitarnya itu tidak
berdiri sendiri, tetapi selalu berhajat kepada Alloh, maka adanya alam ini
tidak menarik perhatian mereka, karena itu mereka menganggap bagaikan tidak ada.
Sebagian ulama ahli Thoriqoh berkata, “seorang hamba tidak akan
mencapai hakikatnya tawadhu’ kecuali sudah bersinarnya hati dengan nur
musyahadah. dan ketika hati sudah bersinar maka nafsunya akan lebur dan bisa
menetapi kebenaran dan akhlak yang baik.
MAQAM FANA’
٭ كاَنَ اللهُ
وَلاَشىءَ مَعَهُ وَهُوَ الاَنَ علىَ ماَكاَنَ عليهِ ٭
46. "(sebelum adanya makhluk)Telah ada Alloh, dan tiada
suatu di samping-Nya, dan Ia kini sebagaimana ada-Nya semula."
Keadaan seperti ini adalah keadaan orang yang
sudah berada di maqam fana', dia tiada melihat sesuatu kecuali Alloh. Bagaikan
seorang di dalam gedungnya, kemudian ia mengisi rumah dengan perabot dan boneka
atau patung, lalu ditanya: 'Siapakah yang ada di dalam gedung itu?' Jawabnya:
'Hanya dia seorang', yakni semua boneka dan patung itu tidak dapat disebut
sebagai temannya. Demikian pun orang ahli hakikat tidak melihat adanya sesuatu
yang dapat disebut selain Alloh 'Azza wa Jalla.
AL-KARIM TUMPUAN SEGALA HAJAT
٭ لاَ تتَعدَّ نيَّةُ
هِمَّتَكَ اِلىَ غيرِهِ فاَلْكَريْمُ لاَتتخـَطـَّاهُ الاَماَلُ ٭
47. "Jangan melampaui/melanggar niat dan tujuanmu [hasrat
dan harapanmu] kepada lain-Nya. Maka Tuhan yang maha pemurah itu tidak dapat di
lampaui oleh sesuatu harapan (angan-angan)hamba.''
Sebaiknya bagi orang yang mengharapkan berhasil
hajatnya, jangan meminta kapada selain Alloh (makhluk), karena itu bertentangan
dengan sifat ‘ubudiyyah. Itu kalau permintaan itu disandarkan/bergantung pada
makhluk, dan lupa pada Alloh ketika berdo’a. apabila permintaan pada makhluk
(manusia) menjadi perantara untuk meminta kepada Alloh, dan selalu memandang
Alloh-lah dzat yang memberi. Permintaan seperti ini masih diperbolehkan.
Perasaan yang luhur enggan membuka kebutuhan [hajat] -nya kepada
orang yang tidak dermawan, dan tidak ada yang dermawan pada hakikat yang
sebenarnya kecuali Alloh Ta'ala.
Syeikh Junaid al-Baghdadi berkata: ''Dermawan
[Al-Karim] itu ialah yang memberi kebutuhan seseorang sebelum diminta.''
Ada pula berpendapat: ''Dermawan [Al-Karim] ialah yang tidak
pernah mengecewakan harapan orang yang berharap.''
Dermawan [Al-Karim] yaitu apabila berkuasa mema'afkan, dan bila
berjanji menepati, dan bila memberi lebih memuaskan dari harapan, dan tidak
memperdulikan tentang berapa banyak pemberiaannya, dan kepada siapa yang ia
berikannya.
Al-karim adalah salah
satu dari Asma’ul husna. Asma’ ini memberi pengertian yang istimewa tentang
Alloh.
Al-karim berarti:
1. Alloh Maha pemurah.
2. Alloh memberi tanpa diminta.
3. Alloh memberi sebelum diminta.
4. Alloh memberi apabila diminta.
5. Alloh memberi bukan karena
permintaan tetapi cukup sekedar harapan, cita-cita dan angan-angan
hamba-hamba-Nya. Alloh tidak mengecewakan harapan hambanya.
6. Alloh memberi lebih baik
daripada apa yang diminta dan diharapkan oleh para hamba-Nya.
7. Alloh Yang Maha Pemurah tidak
dikira berapa banyak yang diberikan-Nya dan kepada siapa Dia memberi.
8. Paling penting, demi kebaikan
hamba-Nya sendiri, Alloh memberi dengan bijaksana, dengan cara yang paling
baik, masa yang paling sesuai dan paling bermanafaat kepada si hamba yang
menerimanya.
Sekiranya para hamba mengenali Al-Karim niscaya permintaan,
harapan dan angan-angannya tidak tertuju kepada yang lain melainkan kepada-Nya.
JANGAN MENGADU KEPADA SELAINALLOH
٭ لاَ تـَرْفَعَنَّ
اِلىَ غيرِهِ حاَجَةً هُوَ مُورِدُهاَ عَليْكَ فكَيْفَ يَرْفَعُ غيرَهُ ماكانَ
هُوَ لهُ واضِعاً مَنْ لاَيَسْتَطِيعُ ان يَرْفَعَ حاَجةً عن نَفْسِهِ فَكيْفَ
يَسْتَطِيعُ اَنْ يَكونَ لهاَ عَن غيرِهِ راَفِعاً ٭
48. "Jangan mengadu dan meminta sesuatu kebutuhan/hajat
selain kepada Alloh, sebab Ia sendiri yang memberi dan menurunkan kebutuhan itu
kepadamu. Maka bagaimanakah sesuatu selain Alloh akan dapat menyingkirkan
sesuatu yang diletakkan oleh Alloh. Barangsiapa yang tidak dapat menyingkirkan
bencana yang menimpa dirinya sendiri, maka bagaimanakah ia akan dapat
menyingkirkan bencana yang ada pada orang lain."
Adanya sesuatu bencana [musibah] itu menyebabkan
engkau berhajat [butuh] kepada bantuan [pertolongan], maka dalam tiap kebutuhan
[hajat] jangan mengharap selain kepada Alloh, sebab segala sesuatu selain Alloh
itu juga berhajat seperti engkau. Sebab barangsiapa yang menyandarkan
[menggantungkan nasib] pada sesuatu selain Alloh, berarti ia tertipu oleh
sesuatu bayangan fatamorgana, sebab tidak ada yang tetap selain Alloh yang
selalu tetap karunia dan nikmat serta rahmat-nya kepadamu.
Syeikh Atho' al-Khurasani berkata: " Saya bertemu
dengan Wahb bin Munabbih di suatu jalan, maka saya berkata, 'Ceritakanlah
kepadaku suatu hadits yang dapat saya ingat, tetapi persingkatlah'.
Maka berkata Wahb, “Alloh telah mewahyukan kepada Nabi
Dawud 'alaihissalam: Wahai Dawud, demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak ada
seorang hamba-Ku yang minta tolong kepada-Ku, tidak pada selainnya, dan Aku
ketahui yang demikian dari niatnya, kemudian orang itu akan ditipu oleh
penduduk langit yang tujuh dan bumi yang tujuh, melainkan pasti Aku akan menghindarkannya
dari semua itu, sebaliknya demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak ada seorang
yang berlindung kepada seorang makhluk-Ku, tidak kepada-Ku dan Aku ketahui yang
demikian dari niatnya, melainkan Aku putuskan rahmat yang dari langit, dan Aku
longsorkan bumi di bawahnya, dan tidak Aku pedulikan dalam lembah dan jurang
yang mana ia binasa."
Syeih Muhammad bin Husain bin Hamdan berkata:
"Ketika saya di majlis Yazid bin Harun, saya bertanya kepada seorang yang
duduk disampingku, 'Siapakah namamu?' Jawabnya. 'Said'. Saya bertanya,
'Siapakah gelarmu?' Jawabnya, 'Abu Usman'. Lalu saya bertanya tentang
keadaannya. Jawabnya, 'Kini telah habis belanjaku. Lalu saya tanya, 'Dan
siapakah yang engkau harapkan untuk kebutuhanmu itu?' Jawabnya. 'Yazid bin Harun.
Maka saya berkata kepadanya, 'Jika demikian, maka ia tidak menyampaikan
hajatmu, dan tidak akan membantu meringankan kebutuhanmu'.
Dia bertanya, 'Dari mana engkau mengetahui hal itu?'
Jawabku, 'Saya telah membaca dalam sebuah kitab: Bahwasanya Alloh telah
berfiman: Demi kemuliaan-Ku dan kebesaran-Ku, dan kemurahan-Ku dan ketinggian
kedudukan-Ku, di atas Arsy. Aku akan mematahkan harapan orang yang mengharap
kepada selain-Ku dengan kekecewaan, dan akan Aku singkirkan ia dari dekat-Ku,
dan Aku putuskan dari hubungan-Ku. Mengapa ia berharap selain Aku dalam
kesukaran, padahal kesukaran itu di tangan-Ku, dan Aku dapat menyingkirkannya,
dan mengharap kepada selain Aku serta mengetuk pintu lain padahal kunci
pintu-pintu itu tertutup, hanya pintu-Ku yang terbuka bagi siapa yang berdoa
kepada-Ku. Siapakah yang pernah mengharapkan Aku untuk menghalaukan
kesukarannya lalu Aku kecewakan? Siapakah yang pernah mengharapkan Aku karena
besar dosanya, lalu Aku putuskan harapannya? Atau siapakah yang pernah mengetuk
pintu-Ku, lalu Aku tidak bukakan? Aku telah mengadakan hubungan yang langsung
antara-Ku dengan angan-angan dan harapan semua makhluk-Ku, maka mengapakah
engkau bersandar kepada selain-Ku. Dan Aku telah menyediakan semua harapan
hamba-Ku, tepapi tidak puas dengan perlindungan-Ku, dan Aku telah memenuhi
langit-Ku dengan makhluk yang tidak jemu bertasbih kepada-Ku dari para
Malaikat, dan Aku perintahkan mereka supaya tidak menutup pintu antara-Ku
dengan para hamba-Ku, tetapi mereka tidak percaya kepada firman-Ku. Tidakkah
engkau mengetahui bahwa barangsiapa yang ditimpa oleh bencana yang Aku
turunkan, tidak ada dapat menyingkirkan selain Aku, maka mengapakah Aku melihat
ia dengan segala angan-angan dan harapannya selalu berpaling dari pada-Ku,
mengapakah ia tertipu oleh selain-Ku. Aku telah memberi kepadanya dengan
kemurahan-Ku apa-apa yang tidak ia minta, kemudian Aku yang mencabut dari
padanya lalu ia tidak minta kepada-Ku untuk mengembalikannya, dan ia minta
kepada selain-Ku. Apakah Aku yang memberi sebelum di minta, kemudian jika
dimintai lalu tidak memberi kepada peminta?
Apakah Aku bakhil [kikir], sehingga dianggap bakhil oleh
hamba-Ku. Tidakkah dunia dan akhirat itu semua milik-Ku? Tidakkah semua rahmat
dan karunia itu di tangan-Ku? Tidakkah dermawan dan kemurahan itu sifat-Ku?
Tidakkah hanya Aku tempat semua harapan? Maka siapakah yang dapat memutuskan
dari pada-Ku. Dan apa pula yang diharapkan oleh orang-orang yang mengharap,
andaikata Aku berkata kepada semua penduduk langit dan bumi: Mintalah
kepada-Ku, kemudian Aku memberi kepada masing-masing orang pikiran apa yang
terpikir pada semuanya, lalu Aku beri semua itu tidak akan mengurangi
kekayaan-Ku walau pun sekecil debu? Maka bagaimana akan berkurang kekayaan yang
lengkap, sedang Aku yang mengawasinya?
Alangkah sial [celaka] orang yang putus dari rahmat-Ku, alangkah
kecewa orang yang maksiat kepada-Ku dan tidak memperhatikan Aku, dan tetap
melakukan yang haram dan tiada malu kepada-Ku'. Maka orang itu berkata:
'Ulangilah keteranganmu itu, lalu ia menulisnya'.
Kemudian ia berkata: “Demi Alloh, setelah ini saya tidak usah
menulis suatu keterangan yang lain'.”
HUSNUD-DHON TERHADAP ALLOH
٭ اِن لَمْ تُحْسِنْ
ظَنـَّكَ بِهِ لاَجْلِ حُسنِ وَصْفِهِ فَحَسِّنْ ظَنـَّكَ بهِ لِوُجوُدِ
مُعَامَلتِهِ مَعَكَ فَهَلْ عَوَّدَكَ الاَّ حَسَناً اَسدىَ اِليكَ الاَّ مَنَناً ٭
49. "Jika engkau tidak bisa berbaik sangka [husnud-dhon]
terhadap Alloh Ta'ala karena sifat-sifat Alloh yang baik itu, berbaik sangkalah
kepada Alloh karena karunia pemberian-Nya kepadamu. Tidakkah selalu ia memberi
nikmat dan karunia-Nya kepadamu?"
Manusia dalam hal husnud-dhon kepada Alloh itu ada dua golongan.
1. Golongan khos-shoh ,
yaitu orang yang berhusnud-dhon kepada Alloh karena melihat sifat-sifat Alloh
yang bagus dan tinggi.
2. ‘Ammah, yaitu orang yang
berhusnud-dhon kepada Alloh karena macam-macamnya nikmat Alloh dan anugerah
dari Alloh yang tidak bisa terhitung.
Apabila engkau tidak dapat berbaik sangka
terhadap Allah, karena Allah itu bersifat: Rabbul Alamiin [Tuhan yang mencipta,
melengkapi, memelihara dan menjamin seisi alam, Ar-Rahman, Ar-Rahim: Pemurah,
Penyayang]. Maka sudah selayaknya engkau harus berbaik sangka kepada Allah,
karena tiada henti-hentinya nikmat dan karunia Allah atas dirimu dan anak
keluargamu. Yakni sejak engkau berupa sperma hingga matimu. Dan sebaik-baik khusnud-dhon
[baik sangka] terhadap Allah diwaktu menerima nikmat Allah yang berupa ujian
[musibah], bagaikan ayah yang menyambut anak yang disayang, demi untuk kebaikan
anak itu sendiri.
Allah berfirman: "Dan mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu padahal itu baik bagimu." [QS. al-Baqarah 216].
"Maka mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, sedang
Allah telah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [QS. An-Nisaa 19].
Jabir radhiayallahu 'anhu berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Barangsiapa
yang dapat melakukan khusnud-dhon [baik sangka] kepada Allah, sehingga ia tidak
akan mati kecuali tetap dalam khusnudz-dzon terhadap Allah, maka hendaklah ia
melakukannya'."Kemudian ia membaca ayat: "Dan itulah
persangkaan kamu yang kamu sangkakan terhadap Tuhan kamu, yang telah
menjerumuskan kamu, hingga membinasakan kamu." [QS. Fussilat 23].
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya berbaik
sangka kepada Allah itu, sebaik-sebaik melakukan ibadah kepada Allah."
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bersumpah: "Demi
Allah tidak ada orang yang berbaik sangka terhadap Allah, melainkan pasti Allah
akan memberikan kepadanya apa yang ia sangka, sebab kebaikan itu semuanya di
tangan Allah, maka apabila Allah telah memberi khusnud-dhon, berarti Allah akan
memberi apa yang disangkanya itu. Maka Allah yang memberinya khusnud-dhon [baik
sangka] berarti akan melaksanakannya."
Abu Said al-Khudry radhiyallahu 'anhu berkata:
"Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam menjenguk orang sakit, maka
Rasulullah bertanya kepada orang yang sakit itu, 'Bagaimanakah
persangkaanmu terhadap Tuhanmu?' Jawabnya, 'Wahai Rasulullah, aku
khusnud-dhon [baik sangka]'. Maka bersabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,'Sangkalah
sesukamu kepada Allah, maka Allah selalu akan memberi apa yang disangkakan oleh
orang mukmin'."
ANEH DAN AJAIB
الْعَجَبُ كُلُّ
العًَجَبِ مِمّاَ لاَ انْفِكاَكَ لهُ عَنْهُ وَيَطلُبُ ما لاَ بَقاَءَ لهُ مَعَهُ
فاِنـّهَاَ لاَ تَعْمَى الاَبْصَارُ وَلٰكِنْ تَعمىَ الْقُلوْبُ الَّتىِ فِى
الصُّدُورِ ٭
50. "Keanehan yang sangat mengherankan [ajaib]
terhadap orang yang lari dari Alloh yang sangat dibutuhkan, dan
tidak dapat lepas dari padanya. dan berusaha mencari apa yang tidak
akan kekal padanya. Sesungguhnya bukan mata kepala yang buta, tetapi yang buta
ialah mata hati yang di dalam dada."
Hikmah 45, menceritakan tentang tingkatan makrifat yang dicapai
melalui penyaksian mata hati. Makrifat melalui mata hati diperoleh dengan cara
bertauhid. Hikmah 46, menggambarkan tentang tauhid yang tertinggi. Tingkatan
yang tertinggi itu tidak mudah dicapai. Jalan untuk mencapainya adalah dengan
menghapuskan semua jenis syirik, yang lahir dan yang batin/samar. Hikmah 47
hingga 49 menceritakan tentang syirik yang samar, yaitu hati bukan bergantung
kepada Allah saja tetapi pada makhluk yang sama, ia juga berharap
kepada makhluk, lantaran kurang keyakinannya kepada Alloh , atau kerana
menyangka makhluk bisa melakukan sesuatu yang memberi bekas kepada perjalanan
takdir Ilahi. Syirik yang demikian dirumuskan oleh Hikmah 50 ini dengan
mengatakan bahawa itu semua terjadi akibat buta mata hati. Sekiranya mata hati
dapat melihat tentu dilihatnya bahwa dalam keadaan apa saja dia tidak
terlepas dari qudrat dan Iradat Alloh s.w.t. Dia tidak akan dapat melepaskan
dirinya dari Alloh s.w.t. Alloh mempunyai segala sifat-sifat iftiqar
yang menyebabkan semua makhluk-Nya tidak ada jalan melainkan bergantung
kepada-Nya.
Seorang yang melarikan diri dari panggilan Tuhan untuk beribadah
semata-mata karena ingin memuaskan hawa nafsu dan syahwatnya, suatu fakta
butanya mata hatinya, sebab ia telah mengutamakan bayangan dari pada hakikat,
mengutamakan yang sementara dan meninggalkan keabadian, mengutamakan yang dapat
binasa dari pada yang tetap kekal untuk selama-lamanya.
Hikmah ke 51-52
PINDAHLAH DARI ALAM (MAKHLUK) KEPADA PENCIPTA ALAM
٭ لاَتـَرْحَلْ منْ
كوْنٍ الىَ كَونٍ فَتَكُونَ كَحِماَر سلرَّحىٰ يَسِيْرُ وَالمكانُ الَّذِىْ
ارْتَحَلَ اليهِ هُوَالَّذي ارْتـَحلَ مِنهُ ولٰكِنْ ارْحَلْ من الاَكوَانِ الى
المُكَوِّنِ. وَاِنَّ الىٰ رَبِّكَ المُنْتَهٰى ٭
51. "Jangan berpindah dari satu alam (makhluk) ke
alam (makhluk) yang lain, berarti sama dengan himar [keledai] yang berputar di
sekitar penggilingan, ia berjalan menuju ke tempat tujuan, tiba-tiba itu pula
tempat yang ia mula-mula berjalan dari padanya, tetapi hendaklah engkau pergi
dari semua alam menuju kepada pencipta alam; Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak
segala tujuan."
Keadaan orang yang tidak dapat melepaskan
dirinya dari syirik adalah umpama seekor keledai yang terikat dan berputar
menggerakkan batu penggiling. Walaupun jauh jarak yang dijalaninya namun, dia
sentiasa kembali ke tempat yang sama. Jika ia mau bebas perlulah ia melepaskan
ikatannya dan keluar dari bulatan yang sempit.
Orang yang mau membebaskan dirinya dari syirik secara
keseluruhan, hendaklah membebaskan perhatian hatinya dari semua perkara kecuali
Allah.
Keluar dari bulatan alam dan masuk kepada Wujud Mutlak.
Jangan berpindah dari syirik yang terang ke
alam syirik yang samar. Amal kebaikan yang di nodai oleh riya', sum'ah
[mengharap pujian orang], tidak dianggap oleh syari'ah [tidak di terima oleh
Alloh]. Dan apabila telah bersih dari semua itu, kemudian beramal karena
terdorong oleh menginginkan kedudukan atau kekayaan atau karamah dunia atau
akhirat, semua itu masih termasuk alam hawa nafsu, dan belum mencapai tujuan
ikhlas yang bersih dari segala tujuan selain hanya kepada Allah, yakni tanpa
pamrih. Karena itu selama berpindah dari alam ke alam tidak berbeda, bagaikan
keledai yang berputar di sekitar penggilingan, tetapi seharusnya sekali
berangkat dari alam ini, langsung menuju kepada pencipta alam.
Karena itu Nabi Isa 'alaihihissalam pernah berkata kepada
sahabat hawariyyin: "Semua yang ada padamu dari berbagai nikmat kesenangan
itu langsung dari karunia Alloh kepadamu, maka manakah kiranya yang lebih besar
harganya [nilainya]? Apakah pemberiannya ataukah yang memberi?."
''Wa Inna ila Rabbikal-muntaha'' Sesungguhnya
kepada Tuhanmu itulah puncak segala tujuan. Sebab barangsiapa yang telah
mendapatkan Alloh, berarti telah mencapai segala sesuatu, baik urusan dunia mau
pun urusan akhirat.
٭ وَانْظـُرْ الٰى
قَولهِ صلَي اللهُ عليهِ وَسَلَّمَ : فمَنْ كاَنَتْ هِجْرَتُهُ الىَ اللهِ
وَرَسُوله فَهِجْرَتهُ الى اللهِ وَرَسُولهِ. ومن كاَنَتْ هِجْرَتُهُ الىَ دُنْياَ
يُصِيبُهاَ اَوِامْرَأَةٍ يَتزَوَّجُهاَ فَهِجرَتهُ الٰي ما هاَجَرَ اِليهِ.
فاَفْهَم قولَهُ عَلَيهِ الصَّلاةُ والسَّلامُ وَتأمَّلْ هٰذاَ الاَمرَاِنْ كُنْتَ
ذاَفهْمٍ ٭
52. "Dan perhatikan sabda Nabi shollallohu 'alaihi
wasallam: 'Maka barangsiapa yang berhijrah menuju kepada Alloh dan Rosul-Nya
[menurut perintah Alloh dan Rosul-Nya], maka hijrahnya akan diterima oleh Alloh
dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena kekayaan dunia, dia akan
mendapatkannya, atau karena perempuan akan dinikahi, maka hijrahnya terhenti
pada apa yang ia hijrah kepadanya. Camkanlah sabda Nabi shollallohu 'alaihi
wasallam ini dan perhatikanlah persoalan ini jika engkau mempunyai kecerdasan
faham."
Hikmah ini adalah lanjutan dari Kalam Hikmah
yang lalu. Keluar dari satu hal kepada hal yang lain adalah hijrah juga namanya.
Dan yang utama dalam hadits ini ialah sabda Nabi shollallohu
'alaihi wasallam, bahwa hijrah yang tidak dengan niat ikhlas kepada Alloh akan
terhenti pada tujuan yang sangat rendah dan tidak berarti, dan tidak akan
mencapai keridhaan Alloh. Seseorang minta nasehat kepada Abu Yazid al-Busthami,
maka berkata Abu Yazid, 'Jika Alloh menawarkan kepadamu akan diberi kekayaan
dari Arsy sampai ke bumi, maka katakanlah, Bukan itu ya Alloh, tetapi hanya
Engkau ya Alloh tujuanku'. Abu Sulaiman ad-Darani berkata: "Andaikan aku
di suruh memilih antara masuk surga Jannatul-Firdaus dengan shalat dua rakaat,
niscaya saya pilih shalat dua rakaat. Sebab di dalam surga, saya dengan
bagianku, dan dalam shalat aku dengan Tuhanku." Asy-Syibli rodhiallohu
'anhu berkata: "Berhati-hatilah dari ujian Alloh, walaupun dalam perintah,
“Kulu wasyarabu” [makan dan minumlah]. Sebab dalam pemberian nikmat itu ada
ujian untuk diketahui, siapakah yang silau dan lupa kepada-Nya setelah menerima
nikmat, dan siapa yang tetap pada-Nya sebelum dan sesudah menerima
nikmat". Seorang penyair berkata: "Dia shalat dan puasa karena
sesuatu yang diharapkan, sehingga setelah tercapai urusannya, dia tidak shalat
dan puasa."
Hikmah ke 53-54
MEMILIH SAHABAT
٭ لاَتصْحَبْ من لاَيُنْهِضُكَ حالهُ ولاَ
يَدُلُّكَ علَى اللهِ مقاَلهُ ٭
53. "Jangan bersahabat dengan seseorang yang tidak membangkitkan semangat taat kepada Alloh, prilakunya dan tidak memimpin engkau kejalan Alloh apa yang dikatakannya."
Dalam hadits: "Seseorang akan mengikuti pendirian
[kelakuan] temannya, maka lihatlah saudaramu dengan siapakah harus didekati
sebagai teman."
Sufyan Astsaury berkata: "Barangsiapa yang bergaul
dengan orang banyak harus mengikuti mereka, dan barangsiapa mengikuti mereka,
harus menjilat pada mereka, dan barangsiapa yang menjilat kepada mereka, maka
ia binasa seperti mereka."
Sahl bin Abdullah berkata: "Berhati-hatilah [jangan]
bersahabat dengan tiga macam manusia, 1. Pejabat pemerintah yang dzalim
[kejam]. 2. Ahli quraa' yang pejilat. 3. Sufi gadungan [yang bodoh tentang
hakikat tasawuf].
Ali bin Abi Thalib karramullah wajhah berkata:
"Sejahat-jahat teman yang memaksa engkau bermuka-muka [menjilat] dan
memaksa engkau minta maaf, atau selalu mencari alasan."
٭ رُبَّمَا كُنْتَ
مُسِيـْءـاً فأراكَ الاِحْساَنَ مِنْكَ صُحْبَتَكَ كمن هُوَ اَسْوَءُ حالاًمِنْكَ
٭
54. "Terkadang engkau berbuat kekeliruan [dosa], maka
ditampakkan kepadamu sebagai kebaikan, oleh karena persahabatanmu kepada orang
yang jauh lebih rendah akhlaknya [Iman] dari padamu."
Bersahabat dengan yang lebih rendah budi pekerti [iman]
-nya itu, sangat berbahaya, sebab persahabatan itu pengaruh mempengaruhi,
percaya mempercayai, sehingga dengan demikian sulit sekali untuk dapat melihat
atau mengoreksi kesalahan sahabat yang kita sayangi bahkan kesetiaan sahabat
akan membela kita dalam kekeliruan, kesalahan dan dosa, yang dengan itu kamu
pasti akan binasa karenanya. Sedang seseorang tidak dapat mengoreksi diri
sendiri, kecuali dengan kacamata orang lain, tetapi jika justru kacamata orang
lain itu pula mengelabui kita, maka bahayalah yang pasti menimpa kepada kita.
Hikmah ke 55.
ZAHID DAN ROGHIB
ماَقـَلَّ
عَملٌ بَرَزَ من قلْبٍ زاَهِدٍ ولاكَثـُرَ عملٌ بَرَزَ من قلبٍ رَاغِبٍ ٭
55. "Tidak dapat dianggap kecil/sedikit amal perbuatan yang
dilakukan dengan hati yang zuhud ,dan tidak dapat dianggap banyak amal yang
dilakukan oleh seseorang yang cinta dunia."
Kita telah diajarkan keluar
dari alam kepada Pencipta alam, berhijrah kepada Alloh dan Rosul-Nya. Kita
diajar supaya memilih sahabat yang dapat membangkitkan semangat untuk berjuang
pada jalan Alloh dan berbuat taat kepada-Nya. Hikmah 55 ini memberi
gambaran apakah hijrah rohani itu akan berhasil atau gagal. Alat untuk
menilainya ialah dunia. Bagaimana kedudukan dunia di dalam hati akan
mempengaruhi perjalanan kerohanian.
Ukuran amal itu menurut hati
orang yang beramal, apabila amal itu dilakukan orang yang zuhud(hatinya tidak
tergantung pada dunia), walaupun kelihatan sedikit akan tetapi hakikatnya
banyak. Karena zahid itu amalnya bisa selamat dari penyakit yang menjadikan
amalnya tertolak, seperti riya’ mencari kepentingan dunia, tidak karena Alloh,
dll. Sebaliknya amal orang yang roghib (cinta/rakus dunia) amalnya tidak
selamat dari penyakit-penyakit yang tersebut.
Ali bin Abi
Thalib karromalloh wajhah berkata: "Tumpahkan semua hasrat keinginanmu itu
kepada usaha untuk diterimanya amal perbuatanmu, sebab tidak dapat dianggap
kecil/sedikit amal perbuatan yang diterima oleh Alloh." Allah
berfirman: "Innamaa yataqobbalu -llohu minal-muttaqiina"[Sesungguhnya
Alloh hanya menerima amal perbuatan dari orang yang bertakwa], ikhlas baginya,
dan tepat menurut ajaran-Nya.
Abdulloh bin Mas'ud
rodhiyallohu 'anhu berkata: "Dua rokaat yang dilakukan oleh seorang alim
yang mengerti dan ikhlas [tidak tamak/rakus kepada dunia], lebih baik dari
ibadah orang-orang ahli ibadah sepanjang masa tapi masih cinta dunia."
Abu Sulaiman ad-Darony
bertanya kepada Ma'ruf al-Karkhi: "Mengapakah orang-orang itu kuat taat
sampai sedemikian rupa banyaknya? Jawabnya, 'Karena mereka telah membersihkan
hati mereka dari pada cinta dunia, andaikata masih ada sedikit cinta dunia,
tidak akan diterima dari mereka amal perbuatan itu'."
Seorang sholeh mengeluh
kepada Abu Abdillah al-Qurosyi, bahwa ia telah berbuat berbagai amal kebaikan,
tetapi belum bisa merasakan kelezatan amal kebaikan itu dalam hatinya. Jawab
Abu Abdullah al-Qurosy, ''Karena engkau masih memelihara puteri iblis, yaitu
kesenangan dunia, dan lazimnya seorang ayah itu selalu berziarah kepada
puterinya.''
Hikmah ke 56
KEDUDUKAN AMAL, AHWAL DAN MAQOM INZAL
٭ حُسْنُ الاَعماَلِ
نَتَاءِجُ حُسْنِ الاَحوالِ وَحُسنُ الاَحوَالِ منَ التـَّحَققِ فىِ
مقاَماَتِ الاِنْزالِ ٭
56. "Baiknya amal perbuatan itu, sebagai hasil
dari baiknya Ahwal, dan baiknya Ahwal itu sebagai hasil dari kesungguhan
istiqamah pada maqom inzaal( apa yang diperintah oleh Allah."
Hikmah yang lalu mengaitkan nilai amal dengan
zuhud hati terhadap dunia. Hati yang menerima cahaya Nur Ilahi akan mendapat
pengalaman kerohanian yang dinamakan ahwal (hal-hal). Ahwal yang menetap pada
hati dinamakan maqom.
Maqom Inzal yaitu: pengetahuan/ilmu yang
berhubungan dengan ketuhanan Alloh, yang oleh Alloh diberikan kepada hati
hambanya, supaya hamba tidak mengaku-aku, tidak karena surga atau takut neraka.
Jadi baiknya Amal itu muncul dari baiknya Ahwal, baiknya Ahwal
itu muncul dari maqom inzal/ ilmu yang diberikan oleh Alloh.
Amal yang baik itu hanya yang diterima oleh Tuhan, dan itu
pasti karena baik dalam segi keikhlasan kepada Alloh, dan tidak mungkin ikhlas
kecuali jika ia mengerti benar-benar kedudukan dirinya terhadap Tuhannya.
Al-Ghozali berkata: "Tiap tingkat dalam kepercayaan/keyakinan
itu mempunyai ilmu, dan Hal [perasaan] dan amal perbuatan;
Ilmu-yaqin [keyakinan yang didapat dari pengertian teori
pelajaran]. Ainul-yaqin [keyakinan yang didapat dari fakta-fakta lahir setelah
terungkap/terbuka]. Haqqul-yaqin [keyakinan yang benar-benar langsung dari
Alloh, dan tidak dapat diragukan sedikitpun, yaitu keyakinan yang hakiki.
Hikmah 57
JANGAN MENINGGALKAN DZIKIR
٭ لاَتتـْرُكِ الذِكْرَ
لِعَدَمِ حُضوُرِكَ مَعَ اللهِ فيهِ لاَنَّ غفلَتَكَ عن وُجُودِ ذِكرِهِ أَشَدُّ
من غَفلَتِكَ فى وُجوُدِ ذِكرِهِ فعَساَهُ أَنْ يَرْفَعَكَ من ذِكرٍ مع
وجودِغَفلَةٍ إلى ذِكرٍ معَ وُجودِ يَقظةٍ ، ومن ذكرٍ معَ وُجودِ يَقظةٍ إلى ذِكرٍ
معَ وُجودِ حُضوُرٍ، ومن ذكرٍ معَ وُجودِ حُضوُرٍ إلى ذِكرٍ معَ وُجودِ غـَيْبَةٍ
عمَّا سِوىَ المَذكـُورِ وَماَ ذٰلكَ على اللهِ بِعَزِيزِ .٭
57. "Jangan meninggalkan dzikir, karena engkau belum bisa
selalu ingat kepada Alloh di waktu berdzikir, sebab kelalaianmu terhadap Alloh
ketika tidak berdzikir itu lebih berbahaya dari pada kelalaianmu terhadap Alloh
ketika kamu berdzikir." Semoga Alloh menaikkan derajatmu dari dzikir
dengan kelalaian, kepada dzikir yang disertai ingat terhadap Alloh, kemudian
naik pula dari dzikir dengan kesadaran ingat, kepada dzikir yang disertai rasa
hadir, dan dari dzikir yang disertai rasa hadir kepada dzikir hingga lupa
terhadap segala sesuatu selain Alloh. Dan yang demikian itu bagi Alloh tidak
berat [tidak sulit].
Empat keadaan yang berkaitan dengan dzikir:
1: Berdzikir dalam keadaan hati tidak ingat kepada Alloh.
2: Berdzikir dalam keadaan hati yang ingat kepada Alloh.
3: Berdzikir dengan disertai rasa kehadiran Alloh di dalam hati.
4: Berdzikir dalam keadaan fana' dari makhluk, lenyap segala
sesuatu dari hati, hanya Alloh saja yang ada.
Seorang salik tidak boleh meninggalkan Dzikir, disebabkan karena
hatinya belum bisa ingat/menghadap kepada Alloh. akan tetapi ia harus tetap
selalu berdzikir walaupun hatinya masih belum bisa khudhur.
Karena orang yang meninggalkan dzikir itu jauh dengan Alloh hati
dan lisannya. berbeda dengan orang yang mau berdzikir, meskipun hatinya masih
jauh dengan Alloh karena belum bisa mengingat Alloh waktu berdzikir, tapi
lisannya dekat dengan Alloh.
karena tidaklah sulit bagi Alloh untuk mengubah suasana
hati hamba-Nya yang berdzikir dari suasana yang kurang baik kepada yang lebih
baik hingga mencapai yang terbaik. Menaikkan satu tingkat [derajat] kelain
tingkat [derajat], dzikir adalah satu-satunya jalan yang terdekat menuju kepada
Alloh, bahkan sangat mudah dan ringan.
Abu Qasim al-Qusyairy berkata: "Dzikir itu simbol
wilayah [kewalian], dan pelita penerangan untuk sampai, dan tanda sehatnya
permulaannya, dan menunjukkan jernihnya akhir puncaknya, dan tiada suatu amal
yang menyamai dzikir, sebab segala amal perbuatan itu ditujukan untuk berdzikir,
maka dzikir itu bagaikan jiwa dari segala amal. Sedang kelebihan dzikir dan
keutamaannya tidak dapat dibatasi".
Allah berfirman: "Berdzikirlah [ingatlah]
kamu kepada-ku, niscaya Aku berdzikir [ingat] kepadamu." [QS.
Al-Baqorah 152].
Dalam hadits Qudsi, Rosululloh shollallohu 'alaihi
wasallam bersabda, Alloh 'Azza wa Jalla berfirman: "Aku selalu
mengikuti sangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika ia
berdzikir kepada-Ku. Jika ia berdzikir [mengingat] dalam dirinya. Aku pun berdzikir
padanya dalam dzat-Ku dan jika ia berdzikir pada-Ku di keramaian, maka Aku pun
berdzikir padanya dalam keramaian yang lebih baik dari pada kelompoknya, dan
jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan
jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika ia
datang kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepadanya berjalan cepat."
Abdullah bin Abbas rodhiyallohu
'anhu berkata: "Tidak ada suatu kewajiban yang diwajibkan oleh Alloh pada
hamba-Nya melainkan ada batas-batasnya, kemudian bagi orang-orang yang berudzur
dimaafkan jika ia tidak dapat melakukannya, kecuali dzikir, maka tidak ada
batas dan tidak ada udzur yang dapat diterima untuk tidak berdzikir, kecuali
jika berubah akal [gila].
Alloh berfirman: "... Bagi orang-orang yang
mempunyai pikiran [sempurna akal]. Yang selalu berdzikir [mengingat] Alloh
sambil berdiri, duduk dan berbaring." [QS. Ali-Imran 190-191].
Firman Allah: "Wahai orang-orang yang
beriman, Berdzikirlah [ingatlah] kamu kepada Alloh dengan dzikir
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan
petang."
Yakni pagi, siang, sore, malam, di darat, di
laut, di udara, dalam perjalanan [musafir] berdiam diri pada semua tempat dan
waktu, bagi yang kaya, miskin, sehat, sakit, terang-terangan atau sembunyi
dengan lisan atau hati dan pada tiap keadaan.
Hikmah 58
TANDA HATI YANG MATI
٭ مِنْ علاَماَتِ
مَوْتِ القلبِ عَدَمُ الحُزنِ على ماَ فاَتكَ منَ المُواَفَقاَتِ وَتركُ النَّدَمِ
علىَ ما فَعلتهُ من الزَّلاَّتِ. ٭
58. "Sebagian dari pada tanda matinya hati, yaitu jika
tidak merasa sedih [susah]karena tertinggalnya suatu amal [perbuatan] kebaikan
[kewajiban], juga tidak menyesal jika terjadi berbuat pelanggaran dosa."
Pada Hikmah sebelumnya diterangkan supaya
jangan meninggalkan Dzikir walaupun hati belum bisa hadhir ketika berdzikir.
Begitu juga dengan ibadah dan amal kebaikan. Janganlah meninggalkan ibadah
lantaran hati tidak khusyuk ketika beribadah dan jangan meninggalkan amal
kebaikan lantaran hati belum ikhlas dalam melakukannya. Khusyuk dan ikhlas
adalah sifat hati yang sempurna. dzikir, ibadah dan amal kebaikan adalah
cara-cara untuk membentuk hati agar menjadi sempurna. Hati yang belum mencapai
tahap kesempurnaan dikatakan hati itu berpenyakit. Jika penyakit itu dibiarkan,
tidak diambil langkah mengobatinya, pada satu masa, hati itu mungkin akan mati.
Matinya hati berbeda dengan mati tubuh badan. Orang yang mati tubuh badan
ditanam di dalam tanah. Orang yang mati hatinya, tubuh badannya masih sehat dan
dia masih berjalan ke sana kemari dimuka bumi ini.
Manusia menjadi istimewa kerana memiliki hati rohani. Hati
mempunyai nilai yang mulia yang tidak dimiliki oleh akal fikiran. Semua anggota
dan akal fikiran menuju kepada alam benda sementara hati rohani menuju kepada
Pencipta alam benda. Hati mempunyai persediaan untuk beriman kepada Tuhan. Hati
yang menghubungkan manusia dengan Pencipta. Hubungan dengan Pencipta memisahkan
manusia dari daerah kehewanan dan mengangkat darjat mereka menjadi makhluk yang
mulia. Hati yang cerdas, sehat dan dalam keasliannya yang murni, berhubung erat
dengan Tuhannya. Hati itu membimbing akal fikiran agar akal fikiran dapat
berfikir tentang Tuhan dan makhluk Tuhan. Hati itu membimbing juga kepada
anggota tubuh badan agar mereka tunduk kepada perintah Tuhan dan menjauhi
larangan-Nya. Hati yang bisa mengalahkan akal fikiran dan anggota tubuh
badannya serta mengarahkan mereka berbuat taat kepada Alloh adalah hati yang
sehat.
Dalam suatu hadits Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam
bersabda:"Barangsiapa yang merasa senang oleh amal kebaikannya, dan
merasa sedih/menyesal atas perbuatan dosanya, maka ia seorang mukmin."
Abdullah bin Mas'ud rodhiyallohu 'anhu berkata: ''Ketika
kami dalam majelis Rosululloh saw, tiba-tiba datang seseorang yang turun dari
kudanya dan mendekati Nabi shollallohu 'alaihi wasallam sambil
berkata, 'Wahai Rosululloh, saya telah melelahkan kudaku selama
sembilan hari, maka saya jalankan terus menerus selama enam hari, tidak tidur
diwaktu malam dan puasa pada siang hari, hingga lelah benar kuda ini, demi
hanya untuk menanyakan kepadamu dua masalah yang telah merisaukan hatiku hingga
tidak dapat tidur'. Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bertanya, 'Siapakah
engkau?' Jawab orang itu, 'Zaidul-Khoir' Berkata Nabi shollallohu 'alaihi
wasallam, 'Wahai Zaidul-Khoir, bertanyalah kemungkinan sesuatu yang sulit,
yang belum pernah ditanyainya'. Berkata Zaidul-Khoir, 'Saya akan bertanya
kepadamu tanda-tanda orang yang disukai dan yang dimurkai?' Jawab Nabi
shollallohu 'alaihi wasallam, 'Untung, untung, bagaimanakah keadaanmu
saat ini wahai Zaid?' Jawab Zaid, 'Saya saat ini, suka kepada amal kebaikan
dan orang-orang melakukan amal kebaikan, bahkan suka akan tersebarnya amal kebaikan
itu, dan bila aku ketinggalan merasa menyesal dan rindu pada kebaikan itu, dan
bila aku berbuat amal sedikit atau banyak, tetap saya yakin pahalanya'. Jawab
Nabi shollallohu 'alaihi wasallam, 'Ya itulah dia, andaikan Alloh tidak suka
kepadamu, tentu engkau disiapkan untuk melakukan yang lain dari pada itu, dan
tidak peduli di jurang yang mana engkau akan binasa'. Berkata Zaid, 'Cukup
wahai Rasululloh, lalu ia kembali ke atas kudanya, kemudian ia berangkat
pulang'.''
Hikmah 59-60
DOSA DAN HUSNUD-DHON
٭ لاَ يُعظَمُ الذنبُ
عِندَكَ عظمَةً تَصُدُّكَ عَنْ حُسنِ الظنِّ بِاللهِ ، فَاِنَّ مَنْ عَرَفَ
رَبَّهُ اِسْتَسغَرَ فىِ جَنْبِ كرَمِحِ ذ َنْبُهُ ٭
59. "Jangan sampai terasa bagimu besarnya suatu dosa itu,
hingga dapat merintangi engkau dari khusnudz-dzon [baik sangka] terhadap Alloh
Ta'ala, sebab barangsiapa yang benar-benar mengenal Alloh Ta'ala, maka akan
menganggap kecil dosanya itu di samping ketulusan kemurahan Alloh."
Merasa besarnya suatu dosa itu baik, jika menimbulkan rasa akan
bertaubat dan niat untuk tidak mengulanginya untuk selama-selamanya. Tetapi
jika merasa besarnya dosa itu akan menyebabkan putus dari rahmat Alloh, merasa
seakan-akan rahmat dan ampunan Alloh tidak akan didapatnya, maka perasaan itu
lebih berbahaya baginya dari dosa yang telah dilakukannya, sebab putus asa dari
rahmat Alloh itu dosa besar dan itu perasaan orang-orang kafir.
Abdulloh bin Mas'ud rodhiyallohu 'anhu berkata:
"Seorang mukmin melihat dosanya bagaikan gunung yang akan menimpanya,
sedang orang munafiq melihat dosanya bagaikan lalat yang hinggap diujung
hidungnya, maka diusirlah ia dengan tangannya.
Nabi shollallohu 'alaihi wasallam telah
bersabda: "Demi Alloh yang jiwaku ada di tangan-Nya, andaikan kamu
tidak berbuat dosa, niscaya Alloh akan mematikan kamu, dan mendatangkan suatu
kaum yang berbuat dosa lalu istighfar [minta ampun] dan diampunkan bagi mereka
itu."
Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Andaikan
perbuatan dosa itu tidak lebih baik bagi seorang mukmin dari pada ujub [mau
diagung-agungkan karena amal kebaikannya], maka Alloh tidak akan membiarkan
seorang mukmin berbuat dosa untuk selamanya."
Sebab ujub itu menjauhkan seorang hamba dari Alloh, sedang
dosa itu menarik hamba mendekat kepada Alloh. Dan ujub, merasa besar diri,
sedang dosa merasa kecil dan rendah diri di sisi Alloh.
٭ لاصغيرة اذاقابلك عدله
ولاكبيرة اذاواجهك فضله٭
60. "Tidak ada dosa kecil jika Alloh menghadapi engkau
dengan keadilan-Nya, dan tidak berarti dosa besar jika Alloh menghadapimu
dengan karunia-Nya."
Yang dinamakan Adil yaitu: pelaksanaan hukum Alloh didalam
kerajan-Nya yang tidak ada yang menentangnya. Apabila sifat adilnya Alloh itu
dilaksanakan pada orang yang di benci Alloh, maka batal semua kebaikannya, dan
dosa kecilnya akan menjadi dosa besar.
Yang dinamakan Fadhol yaitu: pemberian Alloh kepada hambanya
yang tidak ada balasannya. Apabila sifat Fadholnya Alloh diberikan pada
hambanya yang dicintai-Nya, dosa dan kesalahan yang besar akan di anggap kecil
oleh Alloh.
Nabi
shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada dosa besar jika
disertai dengan istighfar [minta ampun], dan tidak dapat dianggap dosa kecil
jika dikerjakan terus menerus."
Yahya bin Muadz rodhiyallohu 'anhu dalam berdoa ia
berkata: "Tuhanku, jika Engkau kasihan kepadaku, Engkau ampunkanlah semua
dosaku, tetapi jika Engkau murka kepadaku, tidaklah Engkau terima amal
kebaikanku.''
Syeih as-Syadzili ra. berkata dalam do’anya: Ya robbi,semoga
amal jelekku engkau jadikan seperti amal jeleknya orang yang engkau cintai, dan
amal kebaikanku jangan engkau jadikan seperti kebaikannya orang yang engkau
benci.
Hikmah 61
AMAL YANG BERNILAI DISISI ALLOH
٭ لاَ عمَلَ اَرْجٰى
للِْقبُولِ من عملٍ يَغيْبُ عَنكَ شُهُودُهُ وَيُحتَقَرُّ عَنْكَ وُجوُدُهُ ٭
61. ''Tidak ada amal kebaikan yang dapat diharapkan diterima
oleh Alloh, melebihi dari amal yang terlupa olehmu adanya dan kecil dalam
pandanganmu kejadiannya."
Amal kebaikan yang pasti
diterima oleh Alloh, yaitu jika merasa bahwa amal itu semata-mata terjadi
karena taufik dan hidayah dari Alloh, kemudian ia tidak membanggakan diri
dengan amal itu, dan tidak merasa seakan-akan sudah cukup baik dengan adanya
amal itu. Karena amal itu telah ditujukan kepada keridhoan Alloh, maka tidak
usah diingat-ingat lagi. Sebab barangsiapa yang merasa sudah beramal,
sesungguhnya jarang sekali yang tidak merasa ujub/arogan dengan amalnya itu.
Dan itu suatu bahaya bagi amal itu.
Hikmah ke 62-64.
WARID
٭ اِنَّماَ اَوْرَدَ
عليكََ الوَارِدِ لِتَكُونَ بِهِ عليهِ واَرِداً ٭
62. "Sesungguhnya Tuhan memberikan kepadamu warid [yaitu
ilmu pengertian atau perasaan dalam hati, sehingga mengenal dan merasa
benar-benar akan kebesaran karunia Alloh], hanya semata-mata supaya engkau
mendekat dan masuk kehadirat Alloh."
WARID itu kadang diartikan dengan pemberian Alloh pada hambanya
berupa ilmu ladunni dan pemahaman tentang ketuhanan-Alloh, yang menjadikan
terang hatinya. Kadang diartikan bertajallinya Alloh pada hati hamba, meskipun
si hamba tidak bisa merasakan karena terlalu tebalnya sifat kemanusiaannya. dan
juga bisa disamakan dengan Ahwal. Jadi warid dengan Hal itu sama artinya.
Seperti yang dimaksudkan muallif:
٭ اَورَدَ عليْكَ
الوَارِدَ لِيَتَسَلَّمَكَ مِنْ يَدِ الاَغْياَرِ وَلِيُحَرِّرَكَ مِنْ رَقَ
الاَثاَرِ ٭
63. "Alloh memberikan warid itu semata-mata untuk
menyelamatkan engkau dari cengkeraman benda-benda, dan membebaskan dari
perbudakan segala sesuatu selain Alloh subhanahu wata'ala."
Aghyar dan atsar yaitu: kepentingan duniawi dan kesenangan hawa
nafsu.keduanya bagaikan orang yang ghosob(mengambil) dirimu karena kamu senang
dan bergantung pada keduanya. lalu Alloh mendatangkan warid kepadamu untuk
menyelamatkan kamu dari tangan orang yang ghosob dan membebaskan kamu dari
orang yang memperbudak kamu(aghyar dan atsar). sehingga makhluk tidak punya
bagian dan persekutuan dalam dirimu. sehingga kamu pantas menghadap kehadirat
Ilahi.
٭ اَورَدَ عليْكَ
الوَارِدَ لِيُخْرِجَكَ مِنْ سِجْنِ وُجُودِكَ اِلٰى فَضاَءِ شُهُودِكَ٭
64. "Alloh memberikan kepadamu warid [karunia-Nya] supaya
engkau keluar/terlepas dari kurungan bentuk kejadian dan sifat-sifatmu, ke alam
luar yang berupa ma'rifat, mengenal kebesaran kekuasaan dan karunia
Tuhanmu."
Dalam tiga pelajaran berkenaan dengan warid [karunia Tuhan] yang
pertama diberikan kepadamu, supaya engkau ringan melakukan taat beribadah dan
mendekat kehadirat Alloh Azza wa Jalla, tetapi kemungkinan kurang ikhlas, maka
diturunkan warid yang kedua untuk melepaskan dari tujuan kepada sesuatu selain
Alloh, sedang warid yang ketiga untuk melepaskan dirimu dari sifat-sifat dan
wujud yang sempit kepada alam yang luas, melihat kebesaran Tuhan yang tidak
terbatas sehingga lupa kepada diri dan hanya ingat kepada Alloh semata-mata.
Syeih Abul-qosim an-Nashrobady berkata: penjaramu yaitu dirimu
sendiri (hawa nafsumu), kalau kamu bisa keluar dari dirimu, maka kamu akan enak
selamanya.
Hikmah65-67
NUR, BASHIROH DAN HATI
NUR, BASHIROH DAN HATI
٭ الاَنْواَرُ مطَايَا
القُلوُبِ والاَسرَارِ ٭
65. "Nur [cahaya] iman dan nur keyakinan itu sebagai
kendaraan yang mengantarkan hati manusia dan asror (rahasia) ke hadirat
Alloh."
Nur Ilahyyah yang diberikan Alloh kepada
hambanya itu biasanya hasil sebab dzikir dan latihan-latihan. Nur
itu yang menjadi kendaraan hati dan sir yang menyampaikan pada tujuannya yaitu
masuk dan taqorrub kehadirat Alloh swt. Nur ini juga disebut Nur warid.
٭ النّوُرُ جُندُ
القـُلوب، كَماَ أَنَّ الظُّلمَةَ جُندُ النَّفْسٍ ، فَاِذاَ أرَادَ اللهُ أَنْ
يَنصُرَعَبْدَهُ، أمَدَّهُ بِجُنوُدِ الاَنْواَرِ وَقطَعَ عَنْهُ عَدَدَ الظُلمِ
والاَغيَارِ ٭
66. "Nur [cahaya] tauhid itu sebagai pasukan [tentara] yang membantu hati, sebagaimana gelapnya syirik itu sebagai pasukan [tentara] yang membantu hawa nafsu. Maka apabila Alloh menolong hamba-Nya, maka dibantunya dengan pasukan [tentara] nur Ilahi dan dihentikan bantuan kegelapan dan kepalsuan."
Nur [cahaya] terang yang berupa tauhid, iman dan keyakinan itu
sebagai pasukan [tentara] pembela dan pembantu hati, sebaliknya kegelapan
syirik dan keraguan itu sebagai pasukan [tentara] pembantu hawa nafsu.
Sesungguhnya Nurut-tauhid dan gelapnya syirik keduanya akan selalu
berperang, Apabila Alloh menolong hambanya maka Alloh akan
melenyapkan kegelapan syirik dan mengganti dengan nur tauhid.seperti
contoh,ketika hatimu ingin mengerjakan kebaikan sedangkan nafsumu mengajak pada
perkara sebaliknya, maka keduanya akan berperang untuk saling mengalahkan.
ketika seperti itu bagi hamba tidak ada jalan lain kecuali meminta pertolongan
dan berserah diri kepada Alloh. Dan disinilah terlihat jelas pengertian:
"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya."
"Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Alloh, maka tidak ada
yang dapat menunjukinya."
"Barangsiapa yang diberi petunjuk [hidayat] oleh Alloh,
maka ialah yang mendapat petunjuk [hidayat], dan barangsiapa yang disesatkan
oleh Alloh, maka tidak akan engkau mendapatkan pelindung atau pemimpin
untuknya."
٭ النُّورُ لهُ الكشفُ
والبَصِيرَة ُلهُ الحكمُ والقـَلبُ لهُ الاِقباَلُ والاَدْبارُ ٭
67. "Nur yang diberikan Alloh didalam hati itu bisa membuka
arti sesuatu yang samar/rahasia. dan Bashiroh [mata hati] bisa menentukan hukum
sesuatu sesuai apa yang dilihatnya, sedangkan hati yang melaksanakan
atau meninggalkan sesuatu sesuai apa yang telah dilihat oleh
bashiroh”
Nur Ilahi itu bisa membuka perkara yang samar dan rahasia
seperti baiknya taat dan hinanya maksiat, rahasianya qodar dan lain-lain. dan
bashiroh itu juga mempunyai hukum yakni bisa melihat seperti hal
tersebut. lalu kedua kasyaf itu terkadang kurang sempurna, sehingga
hamba yang dikaruniai kasyaf tersebut tidak boleh mengerjakan dan menceritakan
hal-hal tersebut sebelum meminta fatwa pada hatinya.
Hikmah 68-69
INGATLAH, KETAATAN ITU ANUGERAH DARI ALLOH
٭ لاَ تـُفـْرِ حُكَ
الطَّاعَةُ، لاَنَّهاَ بَرَزَتْ منكَ، وَافرَحْ بِهاَ لاَنَّهاَ بَرَزَتْ مِنَ
اللهِ ِليكَ. قـُلْ بِفَضلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فبذٰ لكَ فَليَفْرَحُوا هُوَ
خيرٌ مِمَّا يجمَعُونَ
68. "Jangan merasa gembira atas perbuatan taat, karena
engkau merasa telah dapat melaksanakannya, tetapi bergembiralah atas perbuatan
taat itu, karena ia sebagai karunia, taufik dan hidayat dari Alloh subhanahu
wata'ala kepadamu, 'Katakanlah, Dengan merasa mendapatkan karunia dan rahmat
Alloh, maka dengan itu hendaknya mereka bergembira. Itulah yang lebih baik dari
apa yang dapat mereka kumpulkan'. [QS. Yunus 58]."
Gembira atas perbuatan taat itu jika karena merasa mendapat
kehormatan karunia dan rahmat Alloh sehingga dapat melakukan taat, maka itu
lebih baik. Sebaliknya jika gembira karena merasa diri sudah kuat dan sanggup
melaksanakan taat, maka ini menimbulkan ujub, sombong dan kebanggaan, padahal
yang demikian itulah yang akan membinasakan amal taat. Alloh 'Azza wa Jalla
telah memperingatkan hambanya yang sombong dan ujub [mengagungkan diri] dengan
firmannya dalam hadits Qudsi, Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:
"Alloh 'Azza wa Jalla berfirman,'Kesombongan adalah selendang-Ku dan
keagungan adalah sarung-Ku. Barangsiapa yang mengambil salah satu dari kedua
hal tersebut dari-Ku, maka Aku akan melemparkannya ke dalam neraka'."
٭ قطَعَ السَّاءـرينَ
لهُ، والواَصِلينَ مِنْ رُوءْيَةِ أعْمالهِمْ ، وَشُهُودِ أحْوالهِمْ.
أمَّاالسّاءـرُونَ فَلاَِ َنَّهُمْ لَمْ يَتحَقــَّقوا الصِّدْقَ مَعَ اللهِ
فِيهاَ. أمَّ الواَصِلوُنَ فَلاَِ َنَّهُمْ غيبهُمْ بِشُهُودِهِ عَنْهاَ ٭
69. "Alloh telah memutuskan orang-orang yang berjalan
menuju kepada-Nya, dan yang telah sampai kepada-Nya, dari pada
melihat/mengagumi amal [ibadah] dan keadaan diri mereka. Adapun orang yang
masih sedang berjalan, karena mereka dalam amal perbuatan ibadah itu belum
dapat melaksanakan dengan ikhlas menurut apa yang diperintahkan. Adapun
orang-orang yang telah sampai, maka karena mereka telah sibuk melihat kepada
Alloh, sehingga lupa pada amal perbuatan sendiri."
Sehingga apabila ada amal perbuatan diri sendiri, maka itu hanya
karunia, taufik dan rahmat Alloh subhanahu wata'ala semata-mata. Tanda bahwa
Alloh telah memberi taufik dan hidayah pada seorang hamba, apabila disibukkan
hamba itu dengan amal perbuatan taat, tetapi diputuskan dari pada ujub dan
arogan dengan amal perbuatan itu, karena merasa belum tepat mengerjakannya,
atau karena merasa bahwa perbuatan itu semata-mata karunia Alloh, sedang ia
sendiri merasa tiada berdaya untuk melaksanakan andaikan tiada karunia dan
rahmat Alloh Ta'ala.
Hikmah 70-72
TAMAK AKAN MELAHIRKAN KEHINAAN
٭ ماَ سَبَقتْ
اَغْصاَنَ ذ ُلِّ ِاِلاَّ على بِذْرِ طَمَعٍ ٭
70. "Tidak akan berkembang biak berbagai cabang kehinaan
itu, kecuali di atas bibit tamak [kerakusan]."
Sifat tamak bagian dari besarnya aib yang mencela
sifat kehambaan,
Sifat tamak [rakus] itu adalah bibit dari segala macam kehinaan
dan kerendahan.
Sifat tamak [rakus] itu adalah sumberdari segala penyakit
hati,karena tamak itu hanya bergantung pada manusia,minta tolong pada manusia,
bersandar pada manusia, mengabdi pada manusia, yang demikian itu temasuk
kehinaan, sebab ragu-ragu dengan taqdirnya Alloh.
Abu Bakar al-Warroq al-Hakim berkata:
"Andaikata sifat tamak itu dapat ditanya, 'Siapakah ayahmu?' Pasti
jawabnya, 'Ragu terhadap takdir Alloh'. Dan bila ditanya, 'Apakah pekerjaanmu?'
Jawabnya, 'Merendahkan diri'. Dan bila ditanya, 'Apakah tujuanmu?' Jawabnya,
'Tidak dapat apa-apa."
Suatu hikayat mengatakan: "Ketika Ali bin Abi Tholib
Karomalloh wajhah, baru masuk ke masjid Jami' di Basrah, didapatinya banyak
orang yang memberi ceramah didalamnya. Maka ia menguji mereka dengan beberapa
pertanyaan dan yang ternyata tidak dapat menjawab dengan tepat, maka
mereka di usir dan tidak diizinkan memberi ceramah di masjid itu, dan ketika
sampai ke majelis Hasan al-Basri, ia bertanya, 'Wahai para pemuda! Aku akan
bertanya kepadamu sesuatu hal, jika engkau dapat menjawab, aku izinkan engkau
terus mengajar di sini, tetapi jika engkau tidak dapat menjawab, aku usir
engkau sebagaimana teman-temanmu yang lain, telah aku usir itu'.
Jawab Hasan al-Basri, 'Tanyakan sekehendakmu'.
Sayyidina Ali bertanya, 'Apakah yang mengokohkan agama?'
Jawab Hasan, 'Waro' [menjaga diri sendiri untuk menjauhi segala
yang bersifat syubhat dan haram].
Lalu Sayyidina Ali bertanya lagi, 'Apakah yang dapat merusak
agama?'
Jawab Hasan, 'Tamak [rakus]'.
Imam Ali berkata kepadanya, 'Engkau boleh tetap mengajar di
sini, orang seperti engkaulah yang dapat memberi ceramah kepada publik'."
Seorang guru berkata: "Dahulu ketika dalam permulaan
bidayahku di Iskandariyah, pada suatu hari ketika aku akan membeli suatu
keperluan dari seorang yang mengenal aku, timbul dalam perasaan hatiku; mungkin
ia tidak akan menerima uangku ini, tiba-tiba terdengar suara yang berbunyi,
'Keselamatan dalam agama hanya dalam memutuskan harapan dari sesama
makhluk'." Waro' dalam agama itu menunjukkan adanya keyakinan dan sempurnanya
bersandar diri kepada Alloh. Waro' yaitu jika sudah merasa tiada hubungan
antara dia dengan makhluk, baik dalam pemberian, penerimaan atau penolakan, dan
semua itu hanya terlihat langsung dari Alloh Ta'ala.
Sahl bin Abdullah berkata: "Di dalam iman tidak ada
pandangan sebab perantara, karena itu hanya dalam Islam sebelum mencapai
iman."
Semua hamba pasti akan makan rezeki-Nya, hanya berbeda-beda, ada
yang makan dengan kehinaan, yaitu peminta-minta. Ada yang makan rezeki-Nya
dengan bekerja keras, yaitu para buruh, ada yang makan rezeki-Nya dengan cara
menunggu, yaitu para pedagang yang menunggu sampai adanya membeli
barang-barangnya. Adapun yang makan rezeki-Nya dengan rasa mulia, yaitu orang
sufi yang merasa tidak ada perantara dengan Tuhan.
٭ماَ قاَدَكَ شىءٌ مثـل
الوَهْمِ ٭
71. "Tiada sesuatu yang dapat menuntun/memimpin engkau
(pada kehinaan)seperti angan-angan [bayangan yang kosong]."
Wahm: Ialah tiap-tiap angan-angan terhadap sesuatu selain dari
Alloh, yang berarti angan-angan yang tidak mungkin terjadi. Dan
biasanya nafsu itu lebih tunduk pada wahm/ angan-angan, dari pada pada akalnya.
Sebagai contoh: manusia itu biasanya lari apabila melihat ular, karena dia
berangan-angan ular itu akan menggigit dirinya. Apabila dia(nafsunya) tunduk
pada akalnya, tentu dia tidak lari. Karena apa-apa yang sudah ditentukan Alloh
pasti wujud, dan sebaliknya.
Ingatlah tidak ada orang yang bisa selamat dari sifat
tamak,kecuali orang yang khusus yaitu orang-orang yang ahli Qona’ah dan
berserah diri pada Alloh, yang hatinya sama sekali tidak bergantung pada
makhluk(manusia).
٭ أنْتَ حُرُّمِمَّا
اَنتَ عَنْهُ أيِسٌ وَعَبْد ٌ لمَا اَنتَ لهُ طاَمعُ ٭
72. "Engkau bebas merdeka dari segala sesuatu yang tidak
engkau butuhkan, dan engkau tetap menjadi hamba kepada apa yang engkau
inginkan."
Hikmah ini menunjukkan hinanya tamak, dan baiknya
Qona’ah.
Andaikan tidak ada keinginan-keinginan yang palsu dan sifat tamak,
pasti orang akan bebas merdeka tidak akan diperbudak oleh sesuatu yang tidak
berharga.
العبد حرّماقنع ٭
والحرُّعبد ٌماطمع
Budak itu merdeka/bebas selagi dia menerima pembagian dari
Alloh(Qona’ah) *orang merdeka itu menjadi budak selagi dia tamak.
Qona’ah yaitu: tenangnya hati karena tidak adanya sesuatu yang
sudah biasa ada. Dan qona’ah itu awal dari pada sifat zuhud.
Suatu hikayat:
Burung elang [rajawali] yang terbang tinggi di angkasa raya,
sulit orang akan dapat menangkapnya, tetapi ia melihat sepotong daging yang
tergantung pada perangkap, maka ia turun dari angkasa oleh karena sifat
tamaknya [rakusnya], maka terjebaklah ia dari perangkap itu sehingga ia menjadi
permainan anak-anak kecil.
Fateh al-Maushily ketika ditanya tentang ibarat orang yang
menurutkan nafsu syahwat dan sifat tamaknya [rakusnya], sedang tidak jauh dari
tempat itu ada dua anak sedang makan roti, yang satu hanya makan roti, sedang
yang kedua makan roti dengan keju, lalu yang makan roti ingin yang keju, maka
ia berkata kepada temannya:
“Berilah kepadaku keju.” Jawab temannya: “Jika engkau suka jadi
anjingku, aku beri keju”.
Jawab anak yang meminta: ‘Baiklah’.
Maka diikatlah lehernya dengan tali sebagai anjing dan dituntun.
Berkata Fateh kepada orang yang bertanya: “Andaikata anak itu
tidak tamak [rakus] pada keju, niscaya ia tidak menjadi anjing”.
suatu kejadian, ada seorang murid didatangi oleh gurunya, maka
ia ingin menjamu gurunya, maka ia keluarkan roti tanpa lauk pauk, dan tergerak
dalam hati si murid sekiranya ada lauk pauknya tentu lebih sempurna. Dan
setelah selesai sang guru makan apa yang dihidangkan itu, berdirilah sang guru
dan mengajak si murid keluar tiba-tiba ia dibawa ke penjara untuk ditunjukkan
berbagai macam orang yang dihukum, baik yang dirajam atau dipotong tangannya
dan lain-lain, lalu berkatalah sang guru kepada muridnya:
Semua orang-orang yang engkau lihat itu, yaitu orang yang tidak
sabar makan roti saja tanpa lauk pauk.
Ada seorang yang baru dikeluarkan dari penjara, yang masih
terikat kakinya dengan rantai ia meminta-minta sepotong roti kepada seseorang,
maka berkatalah orang tempatnya meminta:
Andaikata sejak dulu engkau mau menerima sepotong roti, maka
tidak akan terikat kakimu itu.
AKHIRAT ADALAH TEMPAT PEMBALASAN
٭اِنّماَ جَعلَ
الدَّرالاَخِرَة َ محلا ًّ لِجَزَاءِ عِباَدِهِ المُوءْمنينَ لاَِنَّ هٰذ هِ
الدَّرَ لاَ تَسَعُ ماَ يُرِيدُ انْ يُعْطيَهُم وَلاَنَّهُ اَجلَّ اَقداَرَهُمْ
عنْ اَنْ يُجاَزيَهُِم في داَرِِ لاَبَقاَءَ لهاَ ٭
81. "Sesungguhnya Alloh menjadikan akhirat untuk tempat
pembalasan bagi hamba yang mukmin, sebab dunia ini tidak cukup untuk tempat apa
yang akan diberikan kepada mereka, juga karena Alloh sayang akan memberikan
balasan pahala mereka di tempat yang tidak kekal."
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya tempat pecut kuda di dalam surga lebih
berharga [baik] dari pada dunia dan semua isinya."
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda dan Alloh
Ta'ala berfirman:"Aku telah menyediakan untuk hamba-Ku yang sholeh,
apa-apa yang belum pernah dilihat oleh mata, atau didengar oleh telinga atau
tergerak dalam hati manusia."
٭مَنْ وجَدَ ثمَرَة
َعملِهِ عاَجِلا ً فَهُو دَليلٌ علٰى وُجودِ القبولِ اٰجِلا ً ٭
82. "Barangsiapa yang dapat merasakan buah dari amal
ibadahnya di dunia ini, maka itu dapat dijadikan tanda diterimanya amal itu
oleh Alloh diakhirat."
Manis dan lezatnya amal itu sebagai tanda diterimanya amal
tersebut oleh Alloh yang diwujudkan didunia. itu sebagai bukti adanya
pembalasan diakhirat. Apabila hamba sudah merasakan manisnya amal, maka jangan
sampai berhentiatau condong dengan amal tersebut. dan juga jangan sampai
beramal demi mendapatkan manis dan lezatnya amal karena itu kepentingan nafsu.
dan karena maksud yang seperti itu bisa merusak keikhlasan ibadah. Jadi rasa
manis dan enaknya ibadah itu hanya menjadi ukuran untuk membenarkan amal dan
membenarkan tingkahnya hati.
Syeikh Atabah al-Ghulam berkata:
''Aku melatih diri sholat malam dua puluh tahun, setelah itu
baru aku merasakan nikmat bangun malam.''
Syeikh Tsabit al-Bunany rodhiyallohu 'anhu berkata: ''Aku
melatih membaca Al-Qur'an selama dua puluh tahun setelah itu baru aku merasakan
nikmat membaca Al-Qur'an.''
Syeikh Abu Thurob berkata:
''Jika seseorang bersungguh-sungguh dalam niatnya beramal, maka
dapat merasakan nikmat amal itu sebelum mengerjakannya, dan apabila ikhlas
dalam melakukannya, maka dia akan merasakan manisnya, itulah amal yang diterima
dengan karunia Alloh.''
Al-Hasan berkata:
''Carilah manisnya amal itu pada tiga hal:
1. Bila kamu telah mendapatkannya, bergembiralah dan teruskan
mencapai tujuanmu.
2. Apabila kamu belum mendapatkannya, ketahuilah bahwa pintu
masih tertutup.
3. Ketika membaca Qur'an, berdzikir dan ketika bersujud.''
Ada pula yang mengatakan:
''Dan ketika bersedekah dan ketika bangun malam.''
Sejak kapankah engkau merasakan telah mengenal Alloh? yaitu
ketika aku setiap akan berbuat pelanggaran terhadap syariat-Nya dan aku merasa
malu kepada-Nya.
Alkhmadulillah the best book religion book Thank you
BalasHapus