Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasulullah shallahu alaihi wasallam. bersabda, ‘Lebih baik salah seorang dari kamu duduk di atas bara api hingga membakar pakaiannya dan sekujur tubuhnya daripada duduk di atas kubur’,” (HR Muslim (971).
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir r.a, ia berkata, “Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda, “Sungguh! berjalan di atas bara api atau pedang atau aku ikat sandalku dengan kakiku lebih aku sukai daripada berjalan di atas kubur seorang muslim. Sama saja buruknya bagiku, buang hajat di tengah kubur atau buang hajat di tengah pasar,” (Shahih, HR Ibnu Majah (1567).
Larangan ini mencakup berjalan atau menginjak kuburan, namun apabila darurat misalnya tidak ada jalan lain kecuali harus menginjak kuburan maka dibolehkan menurut para ulama.
Sedangkan berjalan di antara kuburan tidak masalah, hukumnya makruh jika menggunakan sandal sebagai penghormatan pada ahli kubur, sebagaimana pendapat dari kalangan mazhab Imam Syafi’i mengatakan bahwa:
“Tidaklah mengapa berjalan dengan menggunakan sandal di antara kuburan-kuburan. Mereka mengatakan bahwa pernyataan kuburan adalah tempat haram adalah penghargaan untuk si mayit karena itu makruh—menurut pendapat mereka yang masyhur—duduk diatasnya, bersandar dengannya, menginjaknya kecuali adanya kebutuhan seperti tidak bisa sampai ke suatu kuburan mayat kecuali dengan menginjaknya."
Bahkan Imam Malik malu menunggangi hewan sehingga kaki hewan menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Imam Malik adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sampai-sampai ia enggan naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan, “Aku malu kepada Allah Ta’ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. dengan kaki hewan/ kendaraan” (lihat Syarh Fath al-Qadir, Muhammad bin Abdul Wahid As-Saywasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar